Dengan mengakselerasi transformasi digital, ekonomi Indonesia akan bergeser dari berbasis Sumber Daya Alam ke inovasi sehingga mampu menangkap berbagai peluang pasar pascapandemi.
JAKARTA - Pemerintah dan masyarakat perlu mempercepat adopsi adanya perkembangan teknologi digital, terutama di tengah pandemi Covid-19. Percepatan transformasi digital itu dapat dilakukan terhadap struktur dan ekonomi Indonesia.
Mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang PS Brodjonegoro, menilai pandemi Covid-19 saat ini sejatinya menjadi trigger (pemicu) untuk mempercepat transformasi digital. Menurutnya, dengan melakukan transformasi digital, ekonomi Indonesia akan bergeser dari berbasis sumber daya alam (SDA) ke inovasi sehingga mampu menangkap peluang-peluang pasar pascapandemi.
Komisaris Utama/Komisaris Independen PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk itu mencontohkan Korea Selatan sempat menjadi negara termiskin di Asia pada 1950-an, namun melalui inovasi dan adopsi digitalisasi yang cepat, saat ini negara tersebut mampu menjadi negara maju.
"Itu karena usaha sendiri yang dimulai dari sumber daya manusia yang berujung pada inovasi dan product development," ujar Bambang Brodjonegoro dalam diskusi Infobank bertajuk Winning The Competition in Digital Economic Era, di Jakarta, Kamis (3/6).
Dalam kesempatan sama, Managing Director & Chief Operation Office PT Bank DBS Indonesia, Bimo Notowidigdo, mengatakan pandemi menuntut masyarakat dan industri untuk mampu mengadopsi teknologi digital secara cepat. Hal ini terlihat dari pertumbuhan nilai transaksi uang elektronik yang meningkat 41 persen yaitu dari 145 triliun rupiah pada 2019 menjadi 205 triliun rupiah pada 2020.
"Adanya physical distancing membuat nasabah yang biasanya transaksi ke cabang sekarang dibatasi. Ini adalah kesempatan mempercepat adopsi digital banking," katanya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga menambahkan digitalisasi semakin dekat dengan masyarakat termasuk dalam aspek industri pembiayaan. Dia menjelaskan dari 270 juta penduduk Indonesia hanya sekitar 23,2 persen yang masuk dalam kategori banked, sedangkan 26 persen masuk kategori underbanked dan 50,8 persen di kategori unbanked.
Efrinal menyebutkan dari 23,2 persen kategori banked hanya 5 persen yang mengakses pinjaman ke perbankan sehingga ini adalah angka yang cukup rendah dan merupakan peluang bagi perusahaan pembiayaan untuk menerapkan digitalisasi.
Gandeng Mastel
Seperti diketahui, pemerintah terus berupaya mengakselerasi transformasi digital di Tanah Air guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan menggandeng Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) yang berdiri sejak 1993. Saat ini, Mastel sudah memiliki 29 asosiasi sektor telematika, 11 perusahaan, empat organisasi non-profit dan 342 anggota baik profesional, pakar maupun akademisi dan menjadikannya organisasi penting di sektor TIK di Indonesia.
"Saya rasa kolaborasi antara Mastel, pemerintah, dan akademisi, serta masyarakat, dan industri, sangat penting untuk memulihkan ekonomi kita ke depan," kata Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Perekonomian, Wahyu Utomo, dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (2/6).
Sementara itu, Ketua Umum Mastel, Sarwoto Atmosutarno, mengatakan pihaknya memiliki fokus agar telematika terus berkontribusi dalam pembangunan di Indonesia, yang mencakup sumber daya manusia, kesehatan dan pertumbuhan industri, kemandirian dan kedaulatan dalam bentuk pendapat, masukan dan rekomendasi atas kebijakan regulasi dan hukum telematika baik kepada regulator, industri maupun legislator.
"Telematika sudah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Mastel memosisikan diri sebagai a living enablers yang dinamis, hub bagi seluruh pemangku kepentingan, serta ikut aktif menjadi fasilitator percepatan program transformasi digital nasional yang tepat guna," ujar Sarwoto.