JAKARTA - Pakar Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) Rodiyah Tangwun menyarankan kepada Pemerintah dan DPR agar memulai perbaikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dari tahap awal.

"Perbaikan harus dimulai dari tahap awal. Ini berarti mulai dari perencanaan, lalu penyusunan, pembahasan, dan pengesahan," ujar Rodiyah Tangwun, di Jakarta, Kamis (2/12). Dia mengatakan ini saat menjadi narasumber webinar "Ihwal Putusan Inkonstitusional Bersyarat dalam Pengujian Undang-Undang Cipta Kerja."

Dalam webinar yang diselenggarakan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Rodiyah juga mengingatkan agar proses perbaikan UU Cipta Kerja melibatkan partisipasi masyarakat. Saran itu, tidak terlepas dari kondisi dengar pendapat yang menjadi perdebatan luar biasa dalam sidang pengujian formil Undang-Undang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Di samping itu, Rodiyah pun menyarankan agar pemerintah dan DPR dapat memperhatikan secara cermat bahwa waktu 2 tahun yang ditetapkan oleh MK sebagai tenggat perbaikan UU Cipta Kerja, tidak lama. "Jangan lupa, ini waktu yang cepat, tidak bisa dikompromi. Kita hanya punya waktu 2 tahun," kata Rodiyah.

Ia menekankan agar pemerintah dan DPR tidak terlena dalam perdebatan, sehingga efektivitas pemanfaatan waktu yang diberikan. Sudah sepatutnya, kedua pembuat UU berfokus menjalankan putusan MK. Dalam putusan, MK menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945, sehingga perlu diperbaiki dalam kurun waktu 2 tahun.

Pada akhir pemaparan materinya, Dekan Fakultas Hukum Unnes ini menekankan bahwa apa pun perdebatan yang datang dari perspektif akademik maupun politik, tetaplah satu untuk Indonesia. Tujuannya agar tetap mampu melindungi, menyejahterakan, mencerdaskan, dan ikut serta dalam perdamaian dunia.

Baca Juga: