Pemda perlu segera membenahi pengelolaan anggarannya agar tak mengganggu upaya pemulihan ekonomi dan pembangunan daerah.

JAKARTA - Pengelolaan keuangan di daerah dinilai cukup buruk menyusul rendahnya serapan anggaran sepanjang paruh pertama tahun ini. Jika terus berlanjut, hal itu bisa menghambat pembangunan di daerah. Karena itu, pemerintah pusat mesti mengatur batas minimal serapan anggaran setiap semester.

Data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut serapan anggaran pemerintah provinsi per 9 Juli 2021 baru 33,78 persen. Angka ini lebih rendah dibanding serapan pada periode sama tahun sebelumya (yoy) sebesar 37,90 persen.

Untuk kabupaten dan kota, serapan anggaran per 9 Juli 2021 baru 28,46 dan 33,48 persen. Angka tersebut juga lebih rendah dibandingkan catatan pada Juli 2020 sebesar 37,50 persen.

Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan, meminta pemerintah daerah (pemda) membenahi pengelolaan anggaran. Dari aspek pendapatan daerah, misalnya, pemda mesti melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Namun, hal itu diakuinya agak sulit dilakukan disebabkan pandemi Covid-19.

Meski demikian, lanjut dia, paling tidak harus ada perbaikan pencatatan wajib pajak baru dan menutup celah kebocoran pajak daerah yang selama ini masih terjadi. "Sehingga saat kondisi perekonomian mulai membaik, penerimaan pajak bisa dioptimalkan," ucapnya di Jakarta, Selasa (7/9).

Solusi kedua, lanjut dia, dengan memaksimalkan penerimaan lain-lain daerah. Sebenarnya, banyak potensi swadaya masyarakat dan swasta yang bisa dikelola, tapi tidak tercatatkan secara resmi di APBD. "Ini justru dijadikan celah oleh para pejabat daerah untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri sendiri," tegasnya.

Dari sisi belanja, lanjut dia, pemda harus betul-betul fokus pada pencapaian kinerja pembangunan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, bukan malah menghamburkan uang daerah untuk pembangunan rumah dinas dan membeli mobil dinas yang nilainya puluhan miliar. Sementara itu, hak tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19 tidak ditunaikan.

Selain mengejar tingkat serapan anggaran, perlu juga memastikan kualitas dari serapan anggaran. "Artinya, serapan anggaran yang terjadi harus benar-benar tepat sasaran. Untuk itu, lembaga pengawasan internal (APIP) dan eksternal (BPK) harus kuat mengawasi distribusi anggaran," tuturnya.

Terkait rendahnya serapan, Misbah meminta Kemendagri membuat aturan soal regulasi batas minimal serapan anggaran bagi pemda per semester. "Itu juga sekaligus punishment (hukuman) bagi yang tidak memenuhi," tegas dia.

Belanja Tak Produktif

Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, menegaskan, selama ini baik di pusat maupun daerah hanya menghabiskan anggaran, tetapi tidak memberi solusi atas problem masyarakat. Dia juga menyoroti banyak pemda mengejar serapan tinggi di akhir tahun sehingga banyak belanja ke sektor yang tak produktif.

"Misalnya, anggaran untuk perjalanan dinas, rapat-rapat di hotel. Yang penting anggaran habis, tapi itu bukan solusi atas permasalahan masyarakat," ujar dia.

Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahtiar Arif, mengatakan, sepanjang 2005-2020, BPK membuat sebanyak 596.229 rekomendasi terkait pengelolaan keuangan kepada kementerian, lembaga, dan perusahaan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Sebanyak 75,6 persen dari rekomendasi tersebut telah dilaksanakan atau ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Ada 17,6 persen yang telah ditindaklanjuti, tapi belum selesai atau belum sesuai rekomendasi," kata Bahtiar dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (6/9).

Baca Juga: