» Banyak sektor yang menjadi tumpuan ekonomi masih negatif, seperti industri, transportasi, dan akomodasi.

» Target pemerintah dengan pertumbuhan 7 persen yoy pada triwulan II-2021 sangat berat.

JAKARTA - Di tengah optimisme pemulihan perekonomian global yang dimotori stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS), pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan sejumlah negara maju lainnya, laju perekonomian Indonesia masih negatif di triwulan I- 2021 sebesar -0,74 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dan secara kuartal to kuartal (q to q) -0,96 persen.

Pencapaian tersebut menggambarkan perekonomian Indonesia masih berada di zona resesi. Kendati tren perbaikan secara kuartalan memang ada, namun masih parsial di beberapa sektor saja. Selebihnya masih banyak sektor yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan negatif, seperti industri, transportasi, dan sektor akomodasi.

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, dalam konferensi pers secara daring bertajuk "Resesi Belum Berakhir" di Jakarta, Rabu (5/5), mengatakan dengan melihat situasi pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali, vaksinasi yang belum merata, perkembangan daya beli, perkembangan sektoral maupun pengeluaran, sektor moneter, maupun implementasi stimulus fiskal, maka pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan II tahun 2021 sebesar 5 persen (yoy).

"Meskipun ekonomi triwulan II-2021 sudah akan positif, namun ini lebih karena faktor teknikal setelah tahun lalu di triwulan yang sama ekonomi Indonesia -5,32 persen yoy," kata Tauhid.

Menurut Tauhid, pertumbuhan ekonomi global diprediksi akan membaik pada tahun ini, namun dengan kasus India, menjadi perhatian serius secara global karena bisa menyebabkan global risk meningkat guna perbaikan konsumsi dan value chain global.

"Dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang yang ekonominya tumbuh positif, Indonesia tergolong sebagai negara yang perekonomiannya masih tertinggal (terkontraksi) dalam pemulihan ekonomi. Percepatan program vaksinasi serta akselerasi distribusi kebijakan PEN menjadi kunci strategis pemulihan ekonomi," kata Tauhid.

Untuk menjaga optimisme pertumbuhan ekonomi terutama di triwulan II, maka perlu didongkrak perbaikan konsumsi rumah tangga melalui perbaikan pendapatan agar daya beli semakin membaik.

"Target pemerintah dengan pertumbuhan 7 persen yoy pada triwulan II- 2021 sangat berat, makanya perlu ada perbaikan kinerja pertumbuhan kredit guna mendorong sektor riil," katanya.

Relaksasi Kredit

Salah satu upaya mendongkrak konsumsi rumah tangga dari aspek keuangan adalah dengan relaksasi dan kemudahan kredit konsumsi, mendorong bantuan sosial di atas 60 persen dari total, dan ketepatan sasaran penerima bansos juga sangat krusial.

"Selain itu, kredit produktif perlu didorong terutama sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sangat terdampak Covid-19 seperti yang bergerak dalam bidang ekspansif produktivitasnya seperti infokom, pertanian, dan kesehatan," kata Tauhid.

Secara terpisah, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan kontraksi ekonomi 0,74 persen menunjukkan program pemulihan ekonomi nasional belum mampu meloloskan Indonesia dari resesi.

Hal itu karena masih terjadi kontraksi di beberapa sektor usaha seperti Usaha Transportasi dan Pergudangan yang berkontraksi dalam 13,12 persen dan jasa pendidikan 13,04 persen.

"Mobilitas masyarakat masih terbatas, semua aktivitas masih didominasi online. Jadi, tidak heran bila kontraksi terjadi di sektor transportasi dan pergudangan dan jasa pendidikan. Kuliah, sekolah masih online. Belanja online, masyarakat banyak work from home," kata Esther.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan ekonomi yang berkontraksi pada triwulan I menunjukkan target pertumbuhan pemerintah di atas 5 persen tahun 2021 terlalu tinggi. "Selama kegiatan masyarakat masih terkekang pembatasan skala kecil dan besar, pasti sulit untuk pulih," kata Wibisono.

Dia mengimbau pemerintah membuat program yang menggairahkan kegiatan ekonomi dan di sisi lain membenahi regulasi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. n ers/SB/E-9

Baca Juga: