Bangkai lumba-lumba dan porpoise (kerabat lumba-lumba dan paus) terdampar di tepi Laut Hitam dalam jumlah yang luar biasa banyak. Para ilmuwan menyalahkan semua ini pada peningkatan aktivitas Angkatan Laut Russia terkait perang di Ukraina.

Setiap pagi, ketika matahari baru terbit, Ivan Rusev menyusuri garis pantai Laut Hitam, di barat daya Ukraina.

Saat musim gugur, dia menyaksikan jutaan burung yang bermigrasi berangkat ke selatan. Rombongan pelikan terakhir berangkat pada akhir September dan mereka tidak akan kembali lagi sampai Maret.

Sementara migrasi burung pelikan masih berlanjut dalam pola yang sudah menjadi kebiasaan, satwa-satwa liar lainnya yang berada di wilayah ini sangat terganggu.

Pada bulan-bulan setelah Russia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada Februari, Rusev melihat fenomena baru dan meresahkan: lumba-lumba dan porpoise yang mati terdampar di pantai dalam jumlah yang luar biasa banyak.

Ini bukan kali pertama Rusev menemukan hewan-hewan mati di pantai ini.

Sebelumnya dia juga pernah menemukan bangkai lumba-lumba dan porpoise yang terdampar. Di tubuh mereka terdapat banyak luka yang menunjukkan bahwa mereka terjebak dalam alat tangkap.

Namun, dalam penemuan bangkai para mamalia laut kali ini, dia tidak menemukan bekas luka itu.

Rusev adalah kepala peneliti di Taman Nasional Tuzly, di barat daya Ukraina, tidak jauh dari perbatasan dengan Moldova.

Pada situasi normal, katanya, dia mungkin menemukan tiga atau empat lumba-lumba mati terdampar di garis pantai taman nasional, sepanjang 44 kilometer, setiap tahunnya.

Begitu perang dimulai, sebagian besar garis pantai ditutup oleh pihak militer.

Dalam kurun waktu antara 24 Februari 2022 hingga akhir Agustus, dia dan rekan-rekannya menemukan 35 mamalia laut, yang termasuk ke dalam ordo Cetacea (mamalia laut termasuk spesies paus, lumba-lumba, dan pesut), mati di sepanjang garis pantai sepanjang 5 kilometer, yang masih bisa diakses.

Timnya kemudian berbicara dengan rekan-rekan mereka di negara-negara yang memiliki garis pantai Laut Hitam lainnya, kecuali Russia dan Georgia.

Beberapa taman nasional di Ukraina, salah satunya di dekat Kota Mariupol yang hancur, sekarang berada di wilayah pendudukan Russia. Tim Rusev tidak dapat menjangkau rekan-rekan mereka di sana.

Ketika mereka menggabungkan semua angka kematian, 2.500 bangkai lumba-lumba dilaporkan telah terdampar di pantai pada Mei 2022.

Namun, karena sebagian besar lumba-lumba yang mati tenggelam begitu saja ke dasar laut dan tidak pernah dihitung, Rusev yakin jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.

Organisasi-organisasi lainnya di sekitar Laut Hitam juga menyadari ada peningkatan jumlah satwa yang mati.

Mare Nostrum, sebuah asosiasi ahli lingkungan Rumania, mengatakan jumlah bangkai Cetacea yang terdampar adalah yang tertinggi, setidaknya sejak 2010.

Marian Paiu, Direktur Eksekutif Mare Nostrum, mengatakan mereka telah mencatat ada 194 hewan terdampar antara Januari hingga akhir September. Di tahun-tahun sebelumnya, mereka mencatat kurang dari 100 ekor.

Penyebab utamanya, menurut Rusev, adalah trauma akustik dari peningkatan penggunaan sonar oleh kapal selam, terutama milik Russia.

"Ketika lumba-lumba mendapatkan tekanan ini dari sonar, sistem akustiknya sepenuhnya rusak. Lumba-lumba tidak memiliki kemungkinan untuk menavigasi dirinya sendiri, jadi dia harus berjuang dan mungkin kolaps... . [Kami] baru saja melihat lumba-lumba tanpa tanda luka apapun. Ketika kami melihat lumba-lumba sebelum perang, kami melihat bekas jaring di tubuhnya atau sirip yang dipotong," kata dia.

Sonar Biologis

Lumba-lumba dan porpoise menggunakan ekolokasi - bentuk sonar biologis - untuk bernavigasi dan berkomunikasi, bersiul, mencicit, mendengung, dan menentukan arah pergerakan mereka di air.

Sekarang ada banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan sonar oleh angkatan laut dan trauma akustik pada Cetacea.

Setelah banyak bangkai Cetacea terdampar di Bahama pada 2000, Angkatan Laut AS untuk pertama kalinya menetapkan penyebab kematian mereka adalah sonar yang digunakan dalam latihan.

Para peneliti menemukan bahwa peristiwa terdamparnya bangkai Cetacea secara massal terbesar di Inggris, di Cornwall pada 2008, kemungkinan disebabkan oleh aktivitas angkatan laut.

Setidaknya 26 lumba-lumba biasa bermoncong pendek mati dalam insiden itu, setelah latihan angkatan laut internasional, termasuk penggunaan sonar frekuensi menengah, yang dilakukan di dekat lokasi itu, empat hari sebelumnya.

Namun, kerahasiaan militer terkadang menghambat penelitian tentang masalah tersebut.

Dalam laporan rutin pada 2021, Accobams (Perjanjian tentang Konservasi Cetacea di Laut Hitam, Laut Mediterania, dan Area Atlantik yang Bersebelahan) menyimpulkan: "Sulit untuk memberikan gambaran yang jelas tentang situasi terkait penggunaan sonar angkatan laut di wilayah Accobams karena sifat operasi militer yang rahasia.

Kecuali, latihan yang melibatkan sonar dan pelatihan perang anti-kapal selam terus terjadi di hotspot habitat Cetacea di laut dalam, kadang-kadang dengan konsekuensi yang mematikan."

Bagi beberapa ahli, kebetulan antara terdamparnya lumba-lumba di Laut Hitam dengan invasi Russia ke Ukraina terlalu besar untuk diabaikan.

"Sangat penting untuk diketahui bahwa bangkai yang terdampar secara massal itu dimulai beberapa saat setelah serangan Russia [ke Ukraina]," kata Pavel Goldin, dari Institut Zoologi Schmalhausen, yang berbasis di Kyiv.

Dia menegaskan pola terdampar massal yang signifikan dimulai tak seberapa lama setelah serangan Russia.

"Kami menganggap serius hipotesis trauma akustik. Kami telah berusaha keras untuk mendeteksi dan meneliti trauma akustik."

Untuk membuktikan kecurigaan terhadap trauma akustik sebagai penyebab kematian lumba-lumba perlu dilakukan pemeriksaan.

Kerusakan pada telinga bagian dalam Cetacea hanya dapat dideteksi dalam sampel yang diperiksa dalam waktu 24 jam setelah kematian, jika tidak maka tidak mungkin untuk membedakan antara kerusakan pada rambut sensitif telinga bagian dalam dan pembusukan post-mortem.

Kebanyakan bangkai lumba-lumba terdampar di pantai jauh lebih lama dari rentang waktu itu, jadi mereka sudah mulai membusuk. Spesimen kemudian harus dikirim ke laboratorium di Italia atau Jerman untuk nekropsi.

"Biasanya sonar tidak secara langsung membunuh mereka, tetapi itu menyebabkan kerusakan pada telinga bagian dalam, yang berakibat membatasi kemampuan hewan untuk menentukan arah gerak, untuk memberi makan," kata Dimitar Popov, manajer proyek untuk konservasi cetacea di Green Balkans, sebuah organisasi nirlaba Bulgaria.

"Biasanya mereka bisa terdampar hidup-hidup atau mati kelaparan."

Namun, ada elemen lain yang menunjukkan peran sonar terhadap kasus terdamparnya bangkai-bangkai hewan, kata Goldin.

Selain lumba-lumba yang mati, setidaknya ada dua kasus terdamparnya makhluk hidup di pantai Ukraina tahun ini. Setelah sekitar satu hari, hewan-hewan itu pulih dan kembali ke laut.

Dalam beberapa kasus, penelitian menunjukkan kemungkinan kerusakan yang disebabkan oleh paparan berlebihan terhadap trauma sonik malah sebaliknya. Jika terdampar disebabkan oleh penyakit atau infeksi, Cetacea biasanya mati.

Gangguan Akustik

Ketika perang skala penuh pecah pada Februari 2022, Laut Hitam adalah salah satu titik fokus.

Russia memandang Laut Hitam dan pelabuhan air hangatnya sangat penting untuk keamanannya.

Setelah Uni Soviet runtuh pada 1991, Moskwa menyewa pelabuhan Krimea Sevastopol - rumah bagi Armada Laut Hitam Russia - dari Ukraina. Russia menduduki dan mencaplok semenanjung Krimea pada 2014.

Armada Laut Hitam jauh lebih besar dari angkatan laut Ukraina yang sederhana.

Royal United Services Institution (Rusi), sebuah lembaga think tank keamanan, mengatakan enam kapal selam Russia di Laut Hitam "secara substansial mengalahkan aset bawah permukaan yang dikerahkan secara regional" dari angkatan laut lain di wilayah tersebut.

Kapal selam Russia menembaki Ukraina. Serangan itu menjadi sumber tambahan gangguan akustik, bersama dengan mesin helikopter, ledakan bawah air, dan ranjau.

Russia telah menembakkan ratusan rudal dari Laut Hitam, dan apa pun yang jatuh ke laut akan membuat Cetacea mengungsi, kata Popov.

Di musim semi, ia dan rekan-rekannya mencatat jumlah kedatangan Cetacea di lepas pantai Bulgaria adalah yang tertinggi selama enam tahun.

"Hewan-hewan... terdistribusi dalam sebuah pola," kata Popov. "Pola ini telah rusak dan mereka bergerak lebih jauh ke selatan. Itu sebabnya di perairan Bulgaria, ada kepadatan yang begitu tinggi." Kepadatan tambahan itu juga memudahkan penyebaran penyakit, tambah dia.

Pada hari pertama invasi (24 Februari), angkatan laut Russia segera bergerak untuk merebut Pulau Ular, yang berjarak 50 kilometer dari lepas pantai Taman Nasional Tuzly (tanggapan penjaga perbatasan Ukraina yang agresif menjadi meme dan akhirnya menjadi perangko).

Ukraina menenggelamkan Moskva, kapal induk misil dan andalan Armada Laut Hitam pada April 2022, dan merebut kembali Pulau Ular pada Juni 2022.

Rusev menginginkan Ukraina menetapkan daerah ini sebagai kawasan lindung, taman nasional maritim sekitar 5.000 kilometer persegi, yang nantinya bisa menjadi tempat berlindungnya lumba-lumba.

Dia telah mengajukan proposal ke Kementerian Lingkungan Hidup, yang kemudian mendukung gagasan itu.

Dalam sebuah pernyataan, pihak kementerian mengatakan kepada BBC Future bahwa mereka sudah memikirkan cara memulihkan populasi lumba-lumba dan mendirikan pusat adaptasi lumba-lumba afalina (hidung botol) Laut Hitam di Taman Nasional Tuzly.

"Setiap tahun, pusat ini akan merehabilitasi lumba-lumba, serta menerima data ilmiah tentang kehidupan lumba-lumba dan cara untuk melestarikan populasi mereka," kata juru bicara kementerian.

"Konsep ini membayangkan membangun kerja sama internasional, serta mengubah paradigma sikap terhadap lumba-lumba melalui kegiatan pendidikan. Pusat ini akan menjadi lokasi wisata dan setiap tahun (musiman) pengunjung bisa mengamati lumba-lumba di luar dolphinarium."

Sampai invasi Russia ke Ukraina, pemulihan jumlah Cetacea di Laut Hitam dihitung sebagai sebuah kisah sukses lingkungan.

Ada tiga spesies utama: lumba-lumba biasa, porpoise pelabuhan, dan lumba-lumba hidung botol atau lumba-lumba afalina. Sampai 1960-an, populasi mereka menurun.

Sulit untuk menjabarkan data sejarahnya, tetapi para ilmuwan yang diwawancarai untuk artikel ini memperkirakan mungkin ada antara 1-2 juta lumba-lumba dan propoise di Laut Hitam pada tahun 1900.

Pada 1945, mereka memperkirakan jumlahnya turun menjadi sekitar 100.000.

Perburuan adalah ancaman terbesar, tetapi pada 1966 aktivitas itu dilarang di Uni Soviet (termasuk Russia, Ukraina dan Georgia), Bulgaria dan Rumania. Turki mengikutinya pada 1983.

Ancaman lain tetap ada, termasuk polusi dan secara tidak sengaja menjadi tangkapan.

Salah satu kekhasan Laut Hitam adalah secara teknis, di bawah kedalaman sekitar 180 meter, laut itu sudah mematikan. Sebab, tidak ada oksigen yang masuk pada kedalaman itu. Kehidupan laut terkonsentrasi di lapisan atas.

"Mengingat bahwa 87 persen air laut secara alami anoksik, Laut Hitam sangat sensitif terhadap dampak antropogenik karena daerah tangkapan air yang besar dan alam yang hampir terkurung daratan," menurut Program Lingkungan PBB.

Survei paling otoritatif hingga saat ini dilakukan pada 2019 oleh Accobams. Diperkirakan ada sekitar 253.000 Cetacea di Laut Hitam: 118.328 lumba-lumba biasa; 94.219 lumba-lumba pelabuhan (mungkin tidak ada yang pernah memperkirakan jumlahnya sebesar ini); dan 72.369 lumba-lumba hidung botol.

Survei tersebut mencakup hampir semua Laut Hitam, kecuali daerah di sekitar Crimea yang diduduki Russia.

Meskipun hasil pemulihan sebagian sudah dijumlahkan, ketiga spesies tetap berada dalam daftar merah spesies terancam yang dikelola oleh Organisasi Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).

Di atas kertas, setidaknya, beberapa bagian Laut Hitam sudah dilindungi: ada 13 tambalan titik yang ditetapkan sebagai Area Mamalia Laut Penting oleh IUCN.

Bulgaria memiliki sekitar 15 Kawasan Lindung Laut yang diakui oleh Uni Eropa (UE), dengan tiga lainnya menunggu persetujuan. Sementara Rumania memiliki dua. Turki, yang secara resmi menjadi kandidat untuk keanggotaan UE, juga memiliki enam situs yang ditunjuk di bawah konvensi Ramsar. Dalam praktiknya, penegakan hukum tidak maksimal.

"Spesies yang dilindungi, dilindungi dengan sangat baik - di atas kertas," kata Goldin. "Penegakan selalu bermasalah. Laut Hitam bahkan lebih bermasalah karena perikanan ilegal di wilayah tersebut. Begitu banyak penangkapan ikan yang tidak terlihat sehingga sulit untuk menilai, mengendalikan, dan melawannya."

Popov, yang telah bekerja selama 20 tahun di pantai Bulgaria, juga mengkritik kegagalan otoritas lingkungan untuk mengambil tindakan atas kerusakan lahan basah dan Cetacea yang menjadi tangkapan sampingan, terutama dalam penangkapan ikan turbot.

Bahkan jika Rusev berhasil memenangkan dukungan resmi untuk idenya tentang taman laut nasional, kesulitan lain tetap ada.

Lumba-lumba dan propoise bermigrasi ke area yang luas. Paiu mengatakan penunjukan resmi adalah titik awal, tetapi tidak cukup.

"Apa yang kamu lakukan dalam hal pengelolaan dan pemantauan spesies? Karena dalam hal ini, dari sudut pandang saya, alternatifnya agak kurang... MPA ini tidak begitu besar.

"Kita berbicara tentang mamalia laut, yang merupakan spesies yang sangat dinamis. Dan bisa dibayangkan MPA yang memiliki lebar 4 kilometer, sebenarnya bukan MPA yang bisa memberikan tujuan konservasi bagi hewan-hewan tersebut," ujar dia.

Masalah besar lainnya adalah korupsi, yang telah menghambat upaya konservasi di sekitar Laut Hitam: Bulgaria dan Rumania, bersama dengan Hungaria.

Negara-negara itu memiliki peringkat terendah di antara negara-negara UE lainnya dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International, sebuah organisasi nirlaba anti-korupsi.

Ukraina bahkan lebih buruk. Negara itu berasa di peringkat 122 dari 180 negara dalam indeks.

Rusev optimistis semangat perubahan di Ukraina yang disebabkan oleh perang akan mengarah pada intoleransi baru terhadap korupsi.

"Ketika saya menjadi direktur [taman nasional Tuzly], saya melihat bagaimana beberapa penjaga memberikan izin kepada pemburu liar, dan kadang-kadang mereka mengekstraksi berton-ton ikan... Saya berharap setelah perang, akan para penjaga menganggap korupsi sebagai sesuatu yang tidak normal," kata dia.

Kerusakan penuh yang terjadi pada Laut Hitam dan satwa liar lautnya hanya akan menjadi jelas setelah perang berakhir, dan tidak ada tanda-tanda bahwa itu akan segera terjadi.

Untuk saat ini, terlalu berbahaya bagi para ilmuwan untuk melakukan penelitian. Banyak peluru yang ditembakkan oleh Russia mendarat di lahan basah pesisir, menciptakan kawah yang dalam.

Peluru yang gagal meledak tetap berbahaya. Selain itu, kedua belah pihak meletakkan ranjau di laut; ini bisa memakan waktu puluhan tahun untuk dibersihkan.

"Setidaknya di pantai kami, selain ranjau yang mengambang... kami tidak mencatat perubahan kualitas air lainnya, misalnya, atau spesies.

"Satu-satunya hal yang terus sampai ke telinga saya, itu adalah kenyataan bahwa nelayan kekurangan ikan. Mereka mengeluh selama beberapa bulan sekarang bahwa jumlah ikan dan [jumlah] spesies menurun," kata Paiu.

Mare Nostrum harus menunda beberapa surveinya. Beberapa di antaranya telah memakan waktu beberapa tahun perencanaan. Bahkan setelah para ilmuwan dapat mulai bekerja lagi, tentu akan ada beberapa celah dalam data.

Ini adalah pandangan yang mengecilkan hati para peneliti yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun membangun gambaran ekosistem yang kompleks dan beragam di sekitar Laut Hitam.

"Saya sangat takut kita akan menemukan ancaman paling parah ketika [perang] berakhir. Sangat jelas kita sekarang baru berada di tengah proses," kata Goldin. "Saya sangat takut besok atau lusa kita akan menemukan dampak paling mematikan dari perang," pungkas dia BBC/I-1

Baca Juga: