Presiden Tiongkok Xi Jinping dikabarkan belajar dari kekalahan Rusia dalam invasinya ke Ukraina sejak 24 Februari. Tiongkok perlu belajar mengenai bagaimana kekuatan yang lebih kecil dengan jumlah militer yang juga kecil mampu mengalahkan salah satu militer paling kuat di dunia, Rusia.

Berdasarkan laporan Associated Press (AP), Xi Jinping dengan hati-hati menguraikan kelemahan yang diperlihatkan Rusia saat menginvasi Ukraina, dengan berpikir bahwa kegagalan ini mungkin berlaku bagi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Tiongkok pada Taiwan.

"Pertanyaan besar yang harus diajukan Xi dan kepemimpinan PLA sehubungan dengan operasi Rusia di Ukraina adalah apakah militer yang telah mengalami reformasi dan modernisasi ekstensif akan dapat melaksanakan operasi yang jauh lebih kompleks daripada yang telah dilakukan Rusia selama invasinya ke wilayah tersebut. Ukraina," kata Taylor Fravel, direktur program studi keamanan di Massachusetts Institute of Technology seperti dikutip AP.

Pada saat yang bersamaan, para pengamat juga tercengang dengan persiapan Rusia yang lemah dan kurang fokus karena gagalnya koordinasi untuk menggabungkan operasi serangan darat dan udara secara efektif.

"Sangat sulit untuk melihat keberhasilan di tingkat mana pun dalam cara Rusia," kata Euan Graham, seorang rekan senior di Institut Internasional untuk Studi Strategis yang berbasis di Singapura.

Dengan kerugian yang meningkat, Rusia telah berpaling dari tujuannya menguasai ibu kota Ukraina, Kiev. Kapal legenda Rusia, Moskva juga dilaporkan tenggelam setelah Ukraina mengklaim berhasil menghantam kapal dengan rudal. Presiden Vladimir Putin bahkan baru menunjuk seorang komandan untuk memimpin operasi secara keseluruhan sekitar seminggu yang lalu.

AP mengungkapkan keputusan Putin menimbulkan pertanyaan apakah dia diberi penilaian yang akurat tentang kemajuan reformasi militer dan kemampuan Ukraina, atau hanya diberi tahu apa yang ingin dirinya dengar.

Mengenai kegagalan Rusia, Fravel mengatakan bahwa Xi sekarang mungkin bertanya-tanya hal yang sama.

"Xi secara khusus mungkin juga bertanya-tanya apakah dia menerima laporan akurat tentang kemungkinan efektivitas PLA dalam konflik intensitas tinggi," katanya.

AP melaporkan Tiongkok tidak dapat mengukur kekuatan militernya lantaran negara tersebut tidak terlibat konflik besar sejak pertempuran signifikan melawan Vietnam pada 1979.

"Pengalaman Rusia di Ukraina telah menunjukkan bahwa apa yang mungkin tampak masuk akal di atas kertas di Akademi Ilmu Militer atau Universitas Pertahanan Nasional menjadi jauh lebih rumit di dunia nyata," ujar David Chen, konsultan senior di CENTRA Technology, perusahaan layanan pemerintah yang berbasis di AS, seperti dikutip AP.

Baca Juga: