PORT MORESBY - Enam puluh empat mayat ditemukan di dataran tinggi Papua Nugini, kata polisi pada Senin (19/2), yang terbaru dari serangkaian kematian massal terkait kekerasan etnis yang telah berlangsung lama di negara itu.
Setelah peristiwa kekerasan bersenjata di pagi hari, Asisten Komisaris Polisi Samson Kua mengatakan jumlah korban kemungkinan akan bertambah. "Kami yakin masih ada beberapa mayat yang masih berada di semak-semak," katanya.
Pada Minggu, Komisaris Polisi David Manning mengatakan, petugas dan tentara telah mengambil mayat 53 pria. Mereka diyakini dibunuh di dekat kota Wabag, 600 kilometer barat laut ibu kota Port Moresby.
Penyebab pasti kematian tersebut belum jelas, namun polisi mengatakan ada laporan adanya tembakan hebat di daerah tersebut.
Peristiwa tersebut diduga ada kaitannya dengan konflik antara suku Sikin dan Kaekin.
Polisi menerima video dan foto grafis yang mengaku berasal dari tempat kejadian.
Mereka menunjukkan tubuh-tubuh yang ditelanjangi dan berlumuran darah tergeletak di pinggir jalan dan ditumpuk di belakang truk bak terbuka.
Klan-klan dataran tinggi di Papua Nugini selama berabad-abad saling berperang. Namun masuknya senjata otomatis membuat bentrokan menjadi lebih mematikan dan meningkatkan siklus kekerasan.
Pemerintah Papua Nugini telah mencoba melakukan mediasi, amnesti dan sejumlah strategi lain untuk mengendalikan kekerasan, namun tidak membuahkan hasil.
Militer telah mengerahkan sekitar 100 tentara ke wilayah tersebut, namun dampaknya terbatas dan pasukan keamanan masih kalah jumlah dan persenjataan.
Pembunuhan sering terjadi di komunitas terpencil, anggota klan melancarkan serangan atau penyergapan sebagai balas dendam atas serangan sebelumnya.
Warga sipil, termasuk wanita hamil dan anak-anak, menjadi sasaran di masa lalu.
Pembunuhan seringkali sangat kejam, korbannya dibacok dengan parang, dibakar, dimutilasi atau disiksa.
Polisi secara pribadi mengeluhkan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pekerjaannya, karena petugas dibayar sangat rendah sehingga sebagian senjata yang sampai ke tangan anggota suku berasal dari kepolisian.
Para penentang pemerintahan Perdana Menteri James Marape pada Senin menyerukan lebih banyak polisi dikerahkan dan menuntut komisaris pasukan mengundurkan diri.
Populasi Papua Nugini meningkat dua kali lipat sejak 1980, menambah tekanan terhadap lahan dan sumber daya serta memperdalam persaingan antar suku.