» Pemerintah mendorong peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya karena harga komponennya makin murah.

» RUPTL 2021-2030 disusun dalam ketidakpastian demand akibat pandemi Covid-19.

JAKARTA - Pemerintah telah mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL 2021-2030 milik PLN. Dalam rencana tersebut, pemerintah memberi porsi lebih besar pada pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT), yaitu sebesar 51,6 persen.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan peta jalan (road map) itu diharapkan bisa menjawab semua permasalahan sektor ketenagalistrikan dalam kerangka kebijakan transisi energi yang jadi fokus pemerintah.

"RUPTL ini lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit energi baru terbarukan mencapai 51,6 persen lebih besar dibandingkan dengan penambahan pembangkit fosil yang hanya sebesar 48,4 persen," kata Arifin dalam sebuah webinar yang dipantau Antara, di Jakarta, Selasa (5/10).

Dari target penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt, kapasitas pembangkit EBT mencapai 20,9 gigawatt.

Pemerintah, jelas Arifin, akan mendorong PLN untuk lebih fokus berinvestasi pada pengembangan dan penguatan sistem penyaluran tenaga listrik, serta peningkatan pelayanan konsumen.

Percepatan penambahan pembangkit 40,6 gigawatt selama 10 tahun ke depan juga akan membuka peran perusahaan listrik swasta atau independent power producer (IPP) dalam pengembangan pembangkit berbasis EBT.

"Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi, kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang dan ruang cukup besar untuk pengembangan EBT," kata Arifin.

Saat ini, pemerintah mendorong peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya mengingat harga komponen makin murah dan masa pembangunan yang lebih cepat. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan target pencapaian bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.

Sementara itu, Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, mengapresiasi pengayaan dan penajaman substansi oleh tim Kementerian ESDM dalam rangka penyusunan RUPTL 2021-2030 tersebut. "RUPTL 2021-2030 disusun dalam ketidakpastian demand akibat pandemi Covid-19," kata Zulkifli.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha, dalam kunjungannya ke Surabaya, Jawa Timur, Selasa (5/10), mendorong setiap daerah melakukan penetrasi EBT melalui mandatori PLTS Atap di gedung pemerintahan. Selain itu, pemerintah daerah diminta memberi insentif untuk bangunan yang menerapkan green building.

Efek Positif

Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan, menilai revisi RUPTL yang menaikkan porsi EBT memberi efek positif pada masa depan energi hijau di Indonesia. "Pemerintah harus membuka lebar keterlibatan swasta, terutama peran IPP dalam pengembangan EBT," katanya.

Sependapat dengan Mamit, Peneliti Ekonomi CORE, Yusuf Rendi Manilet, mengatakan ada banyak cara yang bisa mendorong swasta benar-benar terlibat, di antaranya konsep pembiayaan business to business (B2B), insentif pajak yang tepat sasaran, serta memudahkan perizinan bukan hanya di pusat tapi juga di daerah.

Apalagi investasi untuk EBT memerlukan investasi yang sangat besar. Jika sarana fasilitas umum seperti bandara, stasiun kereta api didorong menggunakan panel surya maka akan membutuhkan investasi hingga 15 triliun rupiah.

"Saya kira kemampuan memproduksi bahan baku dan investasi yang cukup besar menjadi tantangan dalam pengembangan EBT," katanya.

Penetapan RUPTL, tambah Rendi, patut diapresiasi karena dengan memberi ruang lebih luas dalam pemanfaatan EBT maka Indonesia akan mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan energi fosil yang kotor selama ini.

Sementara itu, Kepala Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Arie Dipareza Syafei, mengatakan RUPTL PT PLN (Persero) 2018 sampai dengan 2027 memuat target bauran energi pembangkitan akhir tahun 2025, yakni batu bara 54,4 persen, EBT 23 persen, gas 22,2 persen, BBM 0,4 persen.

Dengan revisi RUPTL PLN 2021-2030 dengan porsi EBT 51,6 persen diharapkan akan mendorong upaya Indonesia mencapai target pengurangan emisi karbon.

"Tentu ini menawarkan harapan yang lebih baik untuk terciptanya kualitas lingkungan yang lebih baik. Namun yang utama, tentu saja implementasinya harus dikawal dan didukung oleh semua pihak," kata Arie.

Kebijakan tersebut, katanya, harus menjadi bekal yang bisa disosialisasikan ke masyarakat agar menumbuhkan awareness

Baca Juga: