JAKARTA - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menegaskan peran industri minyak dan gas bumi (migas) dalam transisi energi sangatlah penting, karena masih memegang peranan penting dalam tuntutan pemenuhan energi nasional.
"Untuk itu diperlukan proses transisi yang terukur dan harus mengelola sistem energi untuk disesuaikan," kata Arifin dalam acara Pembukaan Pameran dan Konvensi IPA ke-46 dengan tema "Addressing the Dual Challenge: Meeting Indonesia's Energy Needs While Mitigating Risks of Climate Change", Rabu, (21/9) di Jakarta Convention Center (JCC).
Arifin menambahkan, dalam konteks energi rendah karbon, peran gas alam sangat penting sebagai energi transisi sebelum dominasi bahan bakar fosil beralih ke energi terbarukan dalam jangka panjang. "Tentu saja, transisi energi ini akan dilakukan dalam beberapa tahap dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan, " ujar dia.
Menurutnya, untuk mencapai keseimbangan antara peningkatan produksi minyak dan gas dan target emisi karbon, diperlukan inovasi teknologi rendah emisi misalnya melalui penerapan CCUS. Saat ini ada 14 proyek CCS/CCUS di Indonesia, namun semua kegiatan masih dalam tahap studi/persiapan, namun sebagian besar ditargetkan onstream sebelum 2030.
"Salah satu proyek menjanjikan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat adalah Tangguh Enhanced Gas Recovery (EGR) dan CCUS. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon sekitar 25 juta ton CO2 hingga tahun 2035 serta meningkatkan produksi hingga 300 BSCF hingga 2035. Tangguh EGR/CCUS dapat menjadi role model pengembangan gas di Indonesia ke depan," kata dia.
Arifin menyampaikan saat ini, pemerintah sedang menyusun Peraturan Menteri tentang CCS/CCUS. Pada langkah pertama, fokus utama adalah mengatur CCS/CCUS untuk Enhanced Oil Recovery, Enhanced Gas Recovery atau Enhanced Coal Bed Methane di wilayah kerja migas. "Kami masih memfinalisasi draf dan peraturan ini menjadi salah satu prioritas kami," kata dia.
Atasi Tantangan
Arifin optimistis, melalui kerja sama internasional, industri migas dapat mengatasi semua tantangan dengan menerapkan semua teknologi yang dapat lebih membantu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menuju Net Zero Emissions.
"Kami mengundang kontribusi semua pemangku kepentingan terkait dalam mengeksplorasi, memproduksi dan mengembangkan sektor migas Indonesia, serta memunculkan inovasi-inovasi baru dan solusi memuaskan yang akan membawa kesejahteraan bagi kita semua," ujar dia.
Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA), Irtiza H. Sayyed mengatakan, permintaan energi primer global akan terus tumbuh seiring meningkatnya kebutuhan energi karena jumlah penduduk yang terus bertambah dan adanya pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, anggota G20 dan negara-negara di dunia telah menetapkan target pencapaian net zero emission (NZE) sejalan dengan adanya Perjanjian Paris.
Komitmen Indonesia untuk mencapai target NZE terus digaungkan, salah satunya melalui transisi energi. Bahkan transisi energi menjadi salah satu topik utama yang akan dibahas dalam KTT G 20 November mendatang di Bali. Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia menargetkan penurunan emisi hingga 29 persen dengan upaya sendiri atau hingga 41 persen dengan bantuan Internasional.
Meski demikian, berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak Indonesia akan meningkat sebesar 139 persen, dan konsumsi gas akan meningkat hampir 300 persen. Selain itu, diproyeksikan juga bahwa penduduk Indonesia akan meningkat lebih dari 23 persen menjadi hampir 350 juta dalam 30 tahun mendatang. Dengan kondisi demikian, industri migas Indonesia saat ini tengah menghadapi dua tantangan, yaitu memenuhi kebutuhan energi Indonesia dan mengurangi dampak emisi karbon. Menghadapi dua tantangan energi tersebut, dibutuhkan solusi multi dimensi.
"Melihat situasi ini, tantangan energi Indonesia membutuhkan solusi multi-dimensi. Percepatan transisi energi Indonesia membutuhkan upaya bersama," ujar Irtiza.
Gali Potensi
Menurut Irtiza, dalam 10-20 tahun ke depan, industri hulu migas perlu mengembangkan dan menggali potensi migas Indonesia mengingat tingginya kebutuhan energi yang ada. "Upaya ini akan memenuhi dua kebutuhan sekaligus, yaitu: meningkatkan penerimaan negara dan memenuhi kebutuhan energi untuk pertumbuhan Indonesia," ujarnya.
Selain mendorong peningkatan produksi migas, lanjut dia, industri migas saat ini juga tengah fokus untuk menurunkan emisi karbon. Dalam kegiatan operasional dan produksinya, perusahaan migas terus mengembangkan berbagai teknologi yang dapat mengurangi emisi karbon dan menghasilkan energi yang lebih bersih.
Salah satu teknologi yang paling menjanjikan untuk mencapai emisi yang lebih rendah adalah Carbon Capture and Storage (CCS). Penerapan teknologi rendah karbon ini bertujuan untuk mengurangi emisi guna mencapai emisi nol netto pada 2050 atau lebih cepat. Namun, dukungan kebijakan diperlukan untuk mendorong investasi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan bahwa Indonesia masih sangat menarik untuk para investor. Pasalnya, pertumbuhan Indonesia selama tiga kuartal terakhir lebih dari 5 persen meskipun konflik terjadi di Ukraina, dan dunia masih belum pulih dari pandemi.