JAKARTA - Komunitas yang hidup dengan HIV, berisiko HIV, terkena dampak HIV, beserta pendampingnya adalah kelompok yang menjadi garda terdepan dalam respons HIV. Mereka menjadi pusat informasi, menghubungkan masyarakat dengan layanan kesehatan yang berpusat pada masyarakat, membangun kepercayaan, berinovasi, memantau implementasi kebijakan, dan layanan, dan menjaga akuntabilitas penyedia layanan.

"Dalam rangka mencapai target Akhiri AIDS 2030 dan demi terciptanya kualitas manusia yang diharapkan, maka diperlukan upaya peningkatan penanggulangan HIV AIDS yang melibatkan semua mitra pembangunan nasional melalui program yang terarah, terpadu dan menyeluruh," katanya Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Imran Pambudi, MPHM, dalam Media Briefing Peringatan Hari AIDS Sedunia di Jakarta, Selasa (5/12).

Ia mengatakan, Peringatan Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Desember, untuk tahun 2023 mengangkat tema global yaitu Lets Communities Lead. Hal ini memiliki makna bahwa dunia dapat mengakhiri AIDS, dengan komunitas yang memimpin. Sedangkan untuk tema nasional adalah Bergerak Bersama Komunitas: Akhiri AIDS 2030.

"Peringatan Hari AIDS Sedunia Tahun 2023 ini diharapkan dapat mendorong peningkatan peran serta komunitas untuk memperkuat kerjasama dan koordinasi semua pihak dalam upaya pencegahan dan pengendalian HIV AIDS," ujarnya.

Obat Gratis

Ia menambahkan, upaya percepatan pencapaian indikator 95 persen orang dengan HIV (ODHIV) mendapatkan pengobatan ARV dan tentu berdampak pada capaian berikutnya yaitu 95 persen ODHIV on ARV dengan virus tersupresi. ODHIV yang memenuhi kriteria dapat diberikan antiretroviral multi bulan hingga 3 bulan adalah target yang harus dicapai pada tahun 2030.

Imran mengatakan pemerintah memastikan pengobatan HIV/AIDS bisa diakses secara gratis di fasilitas kesehatan milik negara seperti puskesmas dan rumah sakit pemerintah. ODHIV itu masuk di dalam program pemerintah, jadi obat-obatannya semua disuplai. Bahkan bagi mereka yang tidak memiliki BPJS kesehatan pun itu bisa mengaksesnya.

"Sayangnya kadang ODHIV tidak mau menggunakan BPJS-nya dengan alasan tertentu, misal takut privasinya," ungkapnya.

Alasan privasi dan stigma dari masyarakat menurut Imran masih menjadi alasan kuat mengapa teman-teman dengan HIV/AIDS memilih untuk berobat di fasilitas kesehatan swasta. Hal tersebut membuat obat HIV/AIDS seolah harus membayar padahal gratis.

Antiretroviral adalah kelompok obat untuk menangani infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Obat ini dapat meningkatkan kualitas hidup penderita HIV dan menurunkan risiko terjadinya komplikasi akibat HIV, seperti AIDS.

Antiretroviral bekerja dengan menurunkan jumlah virus HIV yang menyerang dan melemahkan daya tahan tubuh. Obat golongan antiretroviral digunakan dalam bentuk kombinasi. Hal ini untuk meningkatkan efektivitas obat dan mencegah terbentuknya kekebalan virus terhadap obat.

"Obat ini dapat menurunkanviral loadvirus. Jikaviral loadmencapaisekitar 10.000 kopi per 1 ml darah dianggap rendah, sehingga tidak lagi dapat menular," kata Imran.

Ia menjelaskan, untuk pasien dengan HIV/AIDS yang tidak berhenti mengkonsumsi obat pemerintah melakukan dua hal. Pertama yakni memperluas akses ODHIV untuk pengobatan serta menambah layanan perawatan, dukungan, dan pengobatan (PDP) agar ODHIV dapat mengakses terapi antiretroviral (ARV) untuk mengendalikan infeksi HIV.

"Kalau dulu hanya tersedia di rumah sakit sekarang bisa sekarang diperbanyak sampai layanan primer hingga puskesmas," ucap Imran.

Langkah kedua yang mesti dilakukan menurut Imran yakni menguatkan peran komunitas. Mereka ini dinilai bisa lebih menjangkau ODHIV. Apalagi pemerintah memiliki keterbatasan tenaga kesehatan (nakes) yang ada, utamanya di wilayah-wilayah terpencil.

Ia memberikan, selain menawarkan obat gratis, Kemenkes melakukan testing. Saat ini tercatat cakupan testing HIV pada populasi dengan risiko terinfeksi HIV yakni 7.197.512 jiwa. Populasi testing adalah ibu hamil, pasien tuberkulosis, warga binaan pemasyarakatan (WBP), pasien infeksi menular seksual (IMS), lelaki suka lelaki (LSL), wanita pekerja seks (WPS), dan pengguna narkoba suntik (penasun).

Baca Juga: