Jakarta - Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menyuap Sekretaris Mahkamah Agung 2012-2016 Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono senilai Rp45,236 miliar.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Hiendra Soenjoto bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menghukum terdakwa dengan pidana selama 4 tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan serta denda Rp150 juta diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa malam.

Hiendra tidak hadir di pengadilan dan mengikuti sidang pembacaan tuntutan melalui "video conference" dari rutan KPK. Hiendra diketahui sempat buron sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2020 dan baru ditangkap pada 29 Oktober 2020.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan subsider dari pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi, terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan, terdakwa sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), terdakwa sudah pernah dihukum," tambah jaksa Wawan.

Jaksa pun menyatakan tidak ada hal yang meringankan dalam perbuatan Hiendra.

Hiendra dalam surat tuntutan dinyatakan menyuap Nurhadi dan Rezky agar mengupayakan pengurusan permasalahan hukum antara PT MIT melawan TP KBN terkait perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN di Marunda, Jakarta Utara serta perkara gugatan melawan Azhar Umar terkait sengketa kepemilikan saham PT MIT.

Pertama, terkait gugatan PT MIT melawan PT KBN. Hiendra meminta Rezky Herbiyono yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan Nurhadi untuk mengurus perkara tersebut padahal diketahui saat itu Rezky bukanlah advokat.

Rezky melalui Calvin Pratama membuat perjanjian dengan Hiendra yaitu Hiendra akan memberikan "fee" pengurusan administrasi terkait penggunaan "depo container" sebesar Rp15 miliar dengan jaminan cek bank QNB Kesawat atas nama PT MIT senilai Rp30 miliar, padahal pada kenyataannya Hiendra Sonjoto tidak punya dana pengurusan perkara.

Hiendra lalu dikenalkan Rezky kepada Iwan Cendekia Liman yang bisa membantu Hiendra untuk mendapat pendanaan dari Bank Bukopin Surabaya yang akan digunakan untuk membiayai pengurusan perkara PT MIT. Hiendra lalu memberikan uang Rp400 juta kepada Rezky sebagai uang muka pada 22 Mei 2015.

Rezky lalu meminjam Rp10 miliar kepada Iwan Cendekia Liman untuk mengurus perkara PT MIT karena Hiendra Soenjoto belum membayar "fee".

Pada saat itu Rezky menyampaikan kepada Iwan Cendekia bahwa perkara sedang 'dihandle' Nurhadi. Iwan Liman lalu mentransfer Rp10 miliar pada 19 Juni 2015, setelah menerima uang itu, Rezky lalu menyerahkan cek senilai Rp30 miliar dan 3 lembar cek Bank Bukopin atas nama Rezky kepada Iwan Cendekia Liman sebagai jaminan.

Pada 20 Juni 2015, Rezky di rumah Nurhadi menyampaikan kepada Iwan Cendekia bahwa perkara PT MIT sudah ditangani Nurhadi dan dipastikan aman.



Kedua, gugatan Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar. Azhar mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Hiendra Soenjoto di PN Jakarta Pusat (Jakpus) pada 5 Januari 2015 tentang akta Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT MIT dan perubahan komisaris PT MIT yang didaftarkan pada 13 Februari 2015.

Hiendra lalu menghubungi Nurhadi melalui Rezky untuk mengupayakan pengurusan perkara tersebut.

Atas upaya yang dilakukan Nurhadi dan Rezky Herbiyono, PN Jakpus lalu menolak gugatan yang diajukan Azhar Umar sehingga dilakukan upaya hukum banding namun PT DKI Jakarta juga menolak gugatan sehingga Azhar mengajukan kasasi.

Untuk pengurusan kedua perkara tersebut, Hiendra memberikan uang kepada Nurhadi dan Rezky Heribiyono seluruhnya sejumlah Rp45,726 miliar yang pemberiannya disamarkan seolah-olah ada perjanjian kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) antara terdakwa dengan Rezky Herbiyono.

Terdapat 21 kali transfer ke rekening Rezky Herbiyono, Calvin Pratama, Soepriyono Waskito Adi dan Santoso Arif pada periode 2 Juli 2015 - 5 Februari 2016 dengan besaran bervariasi dari Rp21 juta sampai Rp10 miliar.

Atas penerimaan itu Nurhadi dan Rezky mempergunakannya untuk berbagai hal seperti ditarik tunai (Rp7,408 miliar), membeli lahan sawit di Padang Lawas sejumlah Rp2 miliar, ditransfer ke istri Nurhadi yaitu Tin Zuraida (Rp130 juta), membeli tas Hermes (Rp3,262 miliar), membeli pakaian (Rp396,9 juta), membeli mobil Land Cruiser, Lexus, Alpard beserta aksesoris (Rp4,504 miliar), membeli jam tangan (Rp1,4 miliar), membayar utang (Rp10,968 miliar), berlibur keluar negeri (Rp598,016 juta), ditukar dalam mata uang asing (Rp4,321 miliar), merenovasi rumah (Rp7,973 miliar) serta kepentingan lainnya (Rp7,873 miliar).

Terkait perkara ini, Nurhadi dan Rezky Herbiyono telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap dan gratifikasi.


Baca Juga: