Petani diminta meningkatkan kualitas garam, seperti kadar NaCl harus minimal 97 persen dan kadar zat pengotor pada garam rendah agar terserap maksimal oleh industri.

JAKARTA - Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) mengupayakan penyerapan hingga 1,5 ton pada 2021 untuk garam lokal dengan kadar NaCl minimal 90 persen. Jumlah tersebut naik 13,8 persen dari tahun sebelumnya.

AIPGI akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin untuk mendata penyerapan garam oleh pelaku IKM. "Kami juga mulai berkoordinasi langsung dengan koperasi binaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," ujar Ketua Umum AIPGI, Tony Tanduk, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Bersamaan dengan itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) berkomitmen meningkatkan penyerapan garam rakyat. Kebutuhan bahan baku garam pada industri makanan dan minuman (mamin) tersebut untuk tahun ini berkisar 743 ribu ton, lebih tinggi dari tahun lalu 530 ribu ton.

Ketua Umum Gapmmi, Adhi S Lukman, mengatakan untuk kebutuhan tahun ini, industri tidak akan sepenuhnya mengandalkan garam impor. Dia menyatakan telah ada komitmen penyerapan garam rakyat sebanyak 131 ribu ton.

"Tentunya kalau PT Garam bisa menambah produksi garam industri, kami akan lebih besar penyerapannya," tuturnya.

Adhi menyebut industri mamin dituntut membuat produk yang baik dengan masa simpan yang panjang. Alhasil, jika banyak ditemukan kontaminan, maka kualitas produk akan sulit bersaing.

"Petani kalau bisa bikin garam bagus dan harga bisa diatur supaya lebih untung, tetapi dengan kualitas tinggi tentu akan diserap industri," lanjutnya.

Adhi menegaskan garam industri punya kualitas tertentu yang harus dipenuhi, misalnya kadar NaCl harus minimal 97 persen. Kadar zat pengotor pada garam juga harus rendah. Zat yang dimaksud adalah kalsium dan magnesium. "Kita dituntut membuat produk yang baik dengan masa simpan yang panjang. Kalau memakai garam dengan kadar pengotor banyak, produk kita kalah saing," urainya.

Industri mamin pada 2020 mengimpor garam senilai 19 juta dollar AS. Ekspor produk yang dihasilkan dengan bahan baku garam impor pada tahun sama, nilainya mencapai 31 miliar dollar AS.

Dia menambahkan industri mamin ikut andil menyerap garam lokal. Proyeksi kebutuhan garam untuk industri sekitar 743 ribu ton tahun ini. Sebanyak 131 ribu ton di antaranya dipenuhi garam lokal. "Penyerapan garam lokal secara berkala terus meningkat," katanya.

Sektor manufaktur yang sudah dapat mengonsumsi garam lokal sampai saat ini adalah industri water treatment, penyamakan kulit, pakan ternak, sabun, dan deterjen.

Barang Strategis

Kemenperin menegaskan pelaksanaan impor garam tiga juta ton melalui proses ketat. Penentuan angka impor garam sendiri telah melewati proses audit langsung ke industri penggunanya dan angkanya sudah sesuai dengan data BPS (Badan Pusat Statistik).

Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin, Fridy Juwono, mengemukakan garam masih menjadi barang strategis dengan 84 persen permintaan datang dari industri.

"Dari 84 persen tersebut, sebesar 53 persen berasal dari kebutuhan industri kimia atau sekitar 2,4 juta ton. Angka tersebut telah menghitung investasi baru yang dilakukan para pelaku industri," pungkasnya.

Baca Juga: