JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa penyempurnaan aturan devisa hasil ekspor (DHE) diperlukan untuk ketahanan sistem ekonomi Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian global.

"Bank Sentral Amerika Serikat (AS), the Fed, sudah menaikkan suku bunga acuan berkali-kali sehingga kami akan menjaga arus modal keluar melalui aturan ini," kata Airlangga di Jakarta, Selasa (28/2).

Maka dari itu, pemerintah terus mempercepat finalisasi aturan baru DHE yang akan terbit sebentar lagi, dengan diikuti oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI).

Melalui aturan baru DHE, kata dia, devisa akan lebih lama bertahan di Indonesia. Dalam ketentuan baru tersebut, seluruh DHE akan masuk ke dalam sistem keuangan Indonesia dengan batas penyimpanan sebesar 250.000 dollar AS.

Devisa tersebut disimpan di dalam negeri minimal tiga bulan dengan jumlah yang disimpan sebesar 30 persen. Besaran jumlah tersebut sudah disesuaikan dengan data Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Aturan terbaru waktu penyimpanan DHE di perbankan juga telah disesuaikan agar tidak bertentangan dengan regulasi internasional. Di negara-negara lain seperti Turki dan Thailand waktu minimal penyimpanan DHE bahkan lebih lama, yaitu 360 hari.

Dalam aturan terbaru, DHE yang akan didorong tidak hanya dari sumber daya alam (SDA), namun juga dari hasil hilirisasinya. Hal tersebut sebagai salah satu amanat dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 yang berbunyi, "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat."

Dengan demikian, kata Airlangga, Indonesia tidak hanya mengekspor SDA, tetapi sebisa mungkin hasilnya bisa dinikmati di dalam negeri sebanyak-banyaknya.

Airlangga menuturkan selama ini hampir seluruh DHE dinikmati oleh Singapura lantaran banyaknya eksportir yang menyimpan DHE di perbankan Negeri Merlion tersebut. "Dengan aturan baru ini, diharapkan kita bisa bersaing dengan Singapura," tuturnya sebagaimana dikutip Antara.

Kebijakan pemerintah merevisi PP No 1 Tahun 2019 tentang DHE tersebut mendapat sorotan dari kalangan dunia usaha. Salah satunya dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Kebijakan pemerintah itu dipertanyakan karena selama ini DHE hanya diwajibkan masuk ke dalam sistem keuangan Indonesia. "Anehnya, tidak diatur jangka waktu dan jumlah wajib parkir di Indonesia. Padahal, pengusaha selalu memerlukan dana sehingga harus ada kejelasan," kata Pelaksana Tugas Ketua Bidang Perdagangan dan Promosi Gapki, M. Fadhil Hasan.

Fadhil mengatakan, selama ini eksportir kerap hanya memasukkan dana hasil ekspornya ke dalam negeri beberapa saat sebelum dipindahkan kembali ke luar negeri.

Baca Juga: