Stasiun Haji Nawi terancam tidak bisa dibuka bersamaan dengan operasional MRT pada Maret mendatang, jika kasus pembebasan lahan tak selesai.

JAKARTA - Pembangunan stasiun Mass Rapid Transit (MRT) di kawasan Jalan Haji Nawi, Jakarta Selatan masih terkendala pembebasan lahan. Penyebabnya, lahan yang akan digunakan untuk proyek tersebut digugat pemiliknya.

Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim mengatakan, masih ada empat bidang yang bermasalah di kawasan Haji Nawi. Pemilik lahan menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta karena tidak adanya kecocokan harga.

Dia memastikan, kendala yang terjadi ini tidak akanmenghambat proyek MRT yang ditargetkan beroperasi mulai Maret 2019 mendatang. "Dengan terobosan teknologi kami tetap jamin, Maret 2019 kereta bisa melalui stasiun MRT di Haji Nawi," tegasnya.

Ia menambahkan, pengoperasian stasiun MRT di kawasan tersebut bisa mundur dari target jika permasalahan lahan tidak selesai hingga beberapa bulan ke depan. Imbasnya, kereta MRT tidak berhenti di stasiun Haji Nawi, melainkan hanya melintas. "Tapi kalau tidak bisa dibebaskan juga, maka stasiun Haji Nawi tidak bisa dibuka bersamaan dengan operasional MRT pada Maret mendatang," tandasnya.

Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan pengembangan kawasan Waduk Setia Budi Barat, Jakarta Selatan. Salah satunya akan dibangun park and ride untuk mendukung mobilitas penumpang mass rapid transit (MRT) di kawasan itu.

"Di situ adalah daerah yang sangat sibuk karena dekat dengan Dukuh Atas, maka kita fokuskan juga untuk membangun park and ride yang terhubung dengan beberapa kawasan strategis yang di Dukuh Atas," ujar di Balai Kota, Jakarta Pusat.

Menurutnya, pengembangan kawasan waduk Setia Budi Barat ini telah direncanakan sejak tahun 2014. Pengembangan ini merupakan prioritas di penghujung kepemimpinannya.

"Saya minta, untuk pengembangan Waduk Setia Budi Barat itu bukan hanya di situ. Saya minta untuk terkait dengan Waduk Setia Budi timur dan Waduk Melati. Sehingga kita bukan hanya merevitalisasi setiabudi barat, tetapi juga pengembangan kawasan," katanya.

Dia merasa, kawasan tersebut merupakan daerah padat penduduk. Sehingga produkai limbah rumah tangga cukup tinggi di sana. Terlebih, kawasan ini akan menjadi kawasan paling ramai dilewati sejumlah moda transportasi nantinya. Sehingga, pengembangan kawasan senilai 133 miliar itu perlu dilakukan sejak dini.

"Saya berpikir 5-10 tahun yang akan datang bahwa daerah itu adalah daerah yang sangat sibuk. Dan kita ingin di kawasan yang sangat sibuk itu tidak ada lagi kendaraan parkir di jalan, tapi masuk semua di tempat parkir. Yang mau naik MRT, LRT, Transjakarta, kereta bandara, tidak boleh parkir di pinggir jalan," jelasnya.

Sinergi Pengoperasian

Direktur Utama PT MRT Jakarta, William P Sabandar mengatakan, untuk memastikan operasional MRT berjalan dengan berkelanjutan diperlukan kombinasi pengelolaan operasi dengan properti di sekitar kawasan stasiun.

Konsep transit oriented development (TOD) ini, katanya, telah dilakukan oleh berbagai negara seperti Hong Kong dan Jepang.

"Ada sinergi antara pengoperasian kereta dengan pengelolaan properti di kawasan stasiun," katanya.

Melalui Hak Pengelolaan Lahan, harapnya, MRT Jakarta dapat menghasilkan sinergi antara perkeretaapian dan properti yang dapat menghasilkan keuntungan.

Tidak hanya kepada Pemprov DKI Jakarta saja, namun juga kepada properti dengan meningkatnya konektivitas antar area/wilayah dan nilai lahan, serta kepadaperekonomian dan masyarakat kota Jakarta. pin/P-5

Baca Juga: