JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyatakan penyediaan listrik rendah karbon dapat menjadi solusi bagi pembangunan daerah dengan membangun sistem transmisi energi yang andal.

Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, Ervan Maksum, dalam acara The 3rd Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) di Jakarta, Selasa (10/9), mengatakan dengan sistem transmisi yang andal akan mampu menerima lebih banyak listrik terbarukan sekaligus menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan sumber daya energi terbarukan.

Menurut dia, transisi energi yang adil dalam penyediaan listrik merupakan tantangan yang kompleks. Kendati rasio elektrifikasi nasional mencapai 99,83 persen, namun sistem tersebut masih bergantung pada bahan bakar fosil dan emisi karbon yang tinggi mengingat bauran energi terbarukan hanya 13,09 persen, jauh tertinggal dari Vietnam. Untuk mengatasi ketergantungan terhadap energi fosil, pengurangan pembangkit listrik dengan emisi tinggi dan pengembangan jaringan super (super grid) sangat dibutuhkan.

Selain itu, perlu dipastikan akses terhadap energi yang berkualitas, terjangkau, dan berkelanjutan, serta mendorong efisiensi di sisi penyediaan dan pemanfaatan. Penguatan konektivitas dan transisi energi listrik disebut harus menjadi fokus pembangunan di masa mendatang. Walaupun dalam implementasi tidak mudah, namun strategi yang komprehensif dan terpadu wajib diterapkan.

"ISEW juga akan mendukung komitmen pemerintah daerah, asosiasi, dan pelaku usaha dalam upaya dekarbonisasi dengan dukungan dari pemerintah pusat. Solusi terkait pendanaan dan regulasi yang mendukung transisi energi juga perlu dirumuskan, termasuk upaya peningkatan pembiayaan investasi energi listrik berkelanjutan untuk pemenuhan infrastruktur dasar, dan sekaligus percepatan upaya transisi energi," ungkap Ervan.

Formula Baru

Peneliti Lingkungan Hidup dari Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, juga sepakat dengan pembangunan listrik rendah karbon bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Apalagi, daerah-daerah di Indonesia memiliki potensi EBT yang jika dioptimalkan akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Sebagai negara kepulauan, maka perlu mengalkulasi kebutuhan per region di masing-masing pulau agar dapat merumuskan kebijakan supply and demand yang terintegrasi. Dia pun meminta pemerintah untuk lebih berani membangun formula baru tentang transisi EBT yang mendorong keterlibatan masyarakat dan sektor swasta sehingga tidak harus terus bergantung ke PLN atau Independent Power Producer (IPP/swasta).

"Pembangkit berbasis EBT potensial dikembangkan, tetapi untuk penerapannya lebih baik mendorong partisipasi publik yang luas bukan hanya dengan konsentrasi pembangkit tunggal dengan kapasitas sangat besar, karena tingkat intermitensinya sangat tinggi," kata Hafidz.

Baca Juga: