Upaya untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati terhambat akibat pandemi dan kegagalan beberapa badan usaha memberi suplai.

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan volume alokasi Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel di tahun 2021 sebesar 9,2 juta kiloliter (KL). Besaran tersebut akan digunakan untuk pencampuran biodiesel sebesar 30 persen ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar (B30).

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE)-Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, membeberkan adanya penurunan dalam penetapan alokasi di tahun depan dibandingkan tahun 2020.

"Penurunan tersebut disebabkan karena dampak pandemi Covid 19 yang diperkirakan pada tahun 2021 masih berlanjut," terang Dadan, di Jakarta, Selasa (22/12).

Pertimbangan tersebut berkaca dari realisasi penyaluran biodiesel di tahun 2020. Hingga akhir Desember 2020, sambung Dadan, proyeksi realisasi sebesar 8,5 juta KL atau 88 persen dari target yang ditetapkan sebesar 9,6 juta KL.

"Selain pandemi Covid-19, juga terjadinya gagal suplai beberapa Badan Usaha BBN dalam penyaluran biodiesel," jelasnya.

Untuk penyaluran pada 2021, pemerintah telah menunjuk 20 Badan Usaha (BU) BBM dan BU BBN sebagai pemasok biodiesel. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 252.K/10/MEM/2020 yang ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2020.

Adapun untuk BU pemasok biodiesel, PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan alokasi sebesar 1,37 juta KL diikuti oleh PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar 1,32 juta KL. Kemudian ada PT Musim Mas dan PT Cemerlang Energi Perkasa yang akan mendistribusikan biodiesel masing-masing sebesar 882 ribu KL dan 483 ribu KL.

Saat ini telah terdaftar 41 BU BBN yang telah memiliki Izin Usaha Niaga BBN dengan total kapasitas 14,75 Juta KL, yang terdiri dari 27 BU BBN yang aktif dan 14 BU BBN yang tidak aktif. Di samping itu, terdapat satu BU BBN yang melakukan perluasan pabrik biodiesel dengan kapasitas 478 ribu KL dan tiga BU BBN yang sedang melakukan pembangunan pabrik biodisel baru dengan kapasitas total 1,57 Juta KL dan akan mengajukan IUN BBN pada tahun 2021.

Kontribusi Ekonomi

Secara terpisah, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman, menguraikan program insentif biodiesel melalui pendanaan dari BPDPKS sejak Agustus tahun 2015 hingga November 2020 telah menyerap biodiesel dari sawit sekitar 23,49 Juta KL setara dengan pengurangan Greenhouse Gas Emissions (GHG) sebesar 34,68 juta ton CO2 ekuivalen.

Program itu juga berkontribusi sekitar 4,83 triliun rupiah pajak yang dibayarkan kepada negara.

"Diharapkan pada 2021 program mandatori biodiesel dapat terus dilanjutkan seiring dengan faktor pergerakan harga minyak dunia yang aman memberikan tantangan tersendiri bagi kebutuhan dana insentif biodiesel," ujar Eddy.

Hingga 15 Desember 2020, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar 25,67 triliun rupiah untuk program insentif biodiesel untuk volume penyaluran biodiesel sebesar 7,43 juta KL.

Sejak program tersebut dijalankan sejak 2015, BPDPKS sudah menyalurkan 55,85 triliun rupiah untuk membayar selisih antara harga biodiesel dan solar, dengan volume biodiesel sebesar 23,49 juta kiloliter.

Melalui insentif biodiesel itu, BPDPKS membayar selisih antara harga biodiesel dengan harga minyak solar. Jika harga biodiesel lebih tinggi dari harga solar, BPDPKS menalangi selisih harganya. Tujuannya agar bahan bakar yang nanti disalurkan dalam biosolar, masih bisa diserap oleh masyarakat pada umumnya.

ers/E-9

Baca Juga: