JAKARTA - Pengerdilan (stunting) yang angkanya mencapai 27,6 persen dari jumlah anak Indonesia menjadi ancaman bagi kualitas generasi mendatang. Oleh karenanya pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menargetkan dapat menurunkan angkanya sebesar 14 persen pada 2024.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat dr. R. Nina Susana Dewi Sp. PK (K), Mkes. MMRS mengatakan, "Stunting merupakan salah satu indikator prioritas dalam SDGs dimana target tahun 2030 adalah terbebas dari malnutrisi. Melalui penanggulangan stunting, human capital index Indonesia akan meningkat," jelas Nina dalam siaran pers Jumat (9/7).

Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik RSCM Prof. DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A (K), semua pihak perlu menyamakan persepsi dulu tentang definisi stunting sesuai dengan Organisasi Kesehatan Dunia(WHO).

"Menurut WHO 2020, kondisi stunting adalah ketika panjang atau tinggi badan anak berada dibawah 2 simpang baku yang diklasifikasikan sebagai stunted dalam grafik WHO 2006, yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronik," ujar dia.

Sementara itu Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil, S.iP.,M.I.Kom mengatakan, tingginya permasalahan gizi dan tingginya stunting masih menjadi permasalahan di bidang kesehatan.

"Saya khawatir fokus kita ke pandemik membuat masalah stunting terlupakan. Posyandu belum tutup tapi diganti dengan posyandu keliling walaupun tidak optimal karena kondisi PPKM darurat Jawa-Bali," ujar dia.

Atalia menambahkan PR capaian target sebesar 14 persen pada 2024, dan zero new stunting di tahun2023 khususnya di Jabar perlu kerja keras. Saat ini masih banyak yang menyembunyikan kasus stunting, karena dianggap hanya berlaku di masyarakat yang ekonominya rendah atau di pedesaan saja.

Penyumbang stunting adalah tingginya usia pernikahan pasangan berumur 18 ke bawah yang angkanya sebesar 26 persen. Sebesar 40 dari persentase tersebut diperkirakan menyumbang risiko melahirkan anak stunting. "Edukasi ini termasuk pola asuh, pola makan, dan sanitasi PR bagi kita semua harus dilakukan secara kolaboratif," ujar dia.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Jawa Barat, Dr. drg. Marion Siagian, M.Epid, mengungkapkan stunting ini disebabkan oleh faktor multidimensi. Faktor dimaksud adalah praktek pengasuhan yang kurang baik, layanan kesehatan yang terbatas, dan pembelajaran dini yang kurang berkualitas, kurangnya akses ke makanan yang bergizi dan kurangnya akses air bersih dan sanitasi yang layak. "Oleh karenanya penanganan stunting perlu dilakukan secara multi sektor," ujar dia.

Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto mengatakan, "Untuk mencapai target penurunan stunting tersebut tidak bisa sendiri, namun dibutuhkan kolaborasi multipihak. Melalui kampanye 'Bersama Cegah Stunting', kami mengintegrasikan berbagai program intervensi gizi spesifik dan sensitif pencegahan stunting Danone Indonesia untuk dapat diimplementasikan secara bersama," jelas dia.

Baca Juga: