Oleh Revita Permata Hati, STP

Ketahanan pangan melalui petani yang berdaulat, menjadi salah satu cita-cita bangsa Indonesia. Baru-baru ini, beberapa acara digelar untuk mendorong terciptanya ketahanan pangan. GP Ansor menggelar Halaqoh Pertanian pada 14 Maret 2017. Lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan AKSI (Akselerasi, Sinergi, Inklusi) Pangan yang dilaksanakan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, pada 24 Maret 2017. Pada tanggal yang sama, Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI) juga menggelar acara diskusi yang diikuti oleh para guru besar di Universitas Hasanudin, Sulawesi Selatan.

Bahkan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memberikan tantangan kepada mahasiswa IPB untuk menjawab persoalan masa depan pangan di Indonesia. Sebab, 70 persen konflik yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh perebutan sumber energi dan pangan.

Semua itu merupakan pesan kepada kita, anak-anak bangsa, agar melakukan sesuatu yang mampu mendorong terciptanya ketahanan pangan.

Tentu saja, sebelum melangkah pada persoalan ketahanan pangan, hal yang paling mendasar untuk diperhatikan adalah ilmu pangan dan perannya dalam pembangunan di Indonesia. Peranan ilmu pangan terhadap pembangunan di Indonesia memiliki beberapa aspek, yakni aspek ketersediaan pangan (food availibity), aspek stabilitas ketersediaan atau pasokan (stability of supplies), aspek keterjangkauan (access to supplies), dan aspek konsumsi (food utilization).

Melalui aspek-aspek tersebut, maka ilmu pangan memiliki peran yang siginifikan, sehingga masyarakat mampu menjangkau kebutuhan pangannya. Jika didefinisikan, ilmu pangan adalah ilmu yang menerapkan dasar-dasar biologi, fisika, kimia, dan keteknikan, guna mempelajari sifat bahan pangan, penyebab kerusakan bahan pangan, prinsip-prinsip yang mendasar suatu pengolahan, dan pengawetan pangan.

Sudah lebih dari ratusan tahun yang lalu, ilmu pangan dan teknologi telah mengubah struktur masyarakat. Masyarakat memiliki tuntutan yang tinggi terhadap produk pangan. Antara lain, menginginkan suatu produk yang berkualitas, bernutrisi, bergizi, dan bermanfaat untuk dikonsumsi kapan saja. Karena itu, masyarakat konsumen berhak menuntut terpenuhinya hak-hak sebagai konsumen. Dalam hal ini, konsumen juga dituntut untuk bisa mengerti dan menyadari bahwa dirinya mempunyai kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya.

Perlu disadari, bahwa ekonomi konsumsi makanan cenderung lebih fokus pada peran harga, pendapatan, pemilihan makanan, dan perubahan variabel yang mempengaruhi kesejahteraan konsumen. Mengenai hal ini, banyak penelitian yang dilakukan secara kolektif, luas, dan multidisiplin terhadap perilaku konsumen.

Pendidikan

Pada sudut pandang pendidikan, sektor pendidikan tinggi telah menjadi syarat mutlak bagi pertumbuhan suatu negara. Ada tiga hal krusial yang mempengaruhi pola pikir suatu individu atau masyarakat, yaitu; agama (beliefs), sikap atau norma (attitudes), dan pendidikan (knowledge).

Pendidikan merupakan fondasi meningkatnya kualitas sumber daya manusia untuk menunjang ketahanan pangan, agar memiliki elektabilitas yang tinggi dalam menciptakan generasi intelektual yang cerdas, kreatif, produktif, mandiri, serta memiliki jaringan yang luas dan valid dalam membangun kecerdasan anak bangsa yang berkualitas. Serta dapat menciptakan berbagai teknologi melalui penerapan hasil-hasil penelitian yang berguna bagi masyarakat, termasuk di dalamnya teknologi pertanian.

Seperti kita ketahui, teknologi pertanian merupakan penerapan dari ilmu-ilmu terapan, teknik kegiatan pertanian, dan ilmu pangan. Pada sudut pandang industri, suatu usaha industri pangan akan berjalan, ketika ada permintaan konsumen terhadap suatu produk pangan, mulai dari industri kecil sampai industri besar. Termasuk keamanan pangan (food safety), kesehatan dan kebersihan pangan (wholesomeness), dan kecurangan ekonomi (economic fraud).

Sedangkan pengawasan mutu, didasari oleh ilmu pangan, dari mulai pertanian hingga konsumen. Juga menglibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholder) pada seluruh aspek produksi bahan baku, bagian manufaktur, pendistribusian, dan pemasaran. Kegiatan penanganan distribusi harus memenuhi berbagai aspek kondusif sampai produk bisa terjadi, termasuk formasi produk, penimbangan, jumlah besar, transportasi, kebutuhan penyimpanan, dan stabilitas produk.

Sukses

Industri makanan memerlukan perencanaan dan sinkronisasi di seluruh divisi agar menjadi sukses. Ketika seluruh sistem makanan dianalisis, divisi tambahan sering disertakan. Para ilmuwan, industri makanan, dan pembuat kebijakan berusaha meningkatkan pasokan makanan untuk populasi yang sehat. Ini merupakan bagian dari upaya mencari solusi potensial untuk menjawab tantangan di masa depan.Sebab, sistem makanan modern akan sangat kompleks dan selalu mengalami perubahan terus-menerus, dalam ruang dan waktu.

Dengan meningkatnya kemodernan suatu industri, maka semakin kompleks pula ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk penanganan mutu.

Dan, seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka semakin kompleks kebutuhan masyarakat terhadap varian jenis produk pangan.

Di sisi lain, meningkatnya jumlah penduduk, menurunnya lahan produksi pangan, serta menurunnya kualitas lingkungan, harus diimbangi dengan tersedianya pangan. Melalui ilmu dan teknologi pangan, serta pengetahuan tentang berbagai disiplin ilmu, maka bahan baku dan bahan-bahan makanan lainya bisa diubah menjadi produk makanan yang tersedia sepanjang tahun.

Harus diakui, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan telah menghasilkan produk yang bernutrisi tinggi, sehat, aman, berkualitas, hemat waktu, beraneka ragam, lezat, praktis, ekonomis, efisien, dan mudah diakses. Sehingga, masa depan sistem pertanian dan pangan, sebagian besar ditentukan oleh populasi dan demografi, termasuk ketersediaan jenis sumber daya energi, iklim (karena pengaruh tanah, air, udara), dan kualitasnya.

Populasi adalah hal terpenting, karena berdampak pada kebutuhan tanah yang subur, multiplier, dan standar hidup (consumption rate). Namun, teknologi yang digunakan akan menjadi masalah pada pemahaman ilmiah, kebijakan publik, sikap konsumen, dan sumber daya fiskal. Sebab, sistem pangan harus fleksibel dan tangguh. Konsumen harus didorong untuk berkelanjutan, dan harus mengamankan lingkungan, sumber daya alam, menjamin kesehatan dan kesejahteraan.

Dalam hal ini, ilmu dan teknologi pangan dapat membantu memajukan sistem pangan, meminimalkan risiko, memaksimalkan manfaat, dan memberikan pasokan makanan berlimpah, bergizi dan aman. Dan, yang terpenting, ilmu pengetahuan dasar dan terapan, memanfaatkan terobosan ilmiah dan teknologi mutakhir. Hingga, terciptanya peranan ilmu pangan terhadap pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia.

Mahasiswa S2 Program Studi Ilmu Pangan, Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Baca Juga: