JAKARTA - Para pengamat ekonomi memperkirakan pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan I-2022 akan berkisar 4-5 persen meskipun sempat diwarnai penyebaran Covid-19 terutama varian Omicron. Mereka juga sepakat kalau peningkatan harga energi akan memberi tekanan pada fiskal.

Pengamat Makroekonomi dan Pasar Keuangan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia ((LPEM-UI) Teuku Riefky dalam laporan Indonesia Economic Outlook memperkirakan PDB Indonesia tumbuh 4,85 persen secara tahunan year on year pada triwulan I-2022.

Dari sisi permintaan, daya beli masyarakat pada 2021 lalu jelasnya tertahan oleh pandemi, sudah mulai meningkat seiring kenaikan mobilitas masyarakat dan aktivitas produksi.

Kendati demikian, pemulihan ekonomi Indonesia menghadapi berbagai tantangan, salah satunya konflik antara Russia dan Ukraina yang meningkatkan harga komoditas terutama harga pangan dan energi global.

Sebagai produsen utama batubara dan CPO, kenaikan harga komoditas membuat Indonesia dapat menikmati surplus perdagangan sebesar 9,33 miliar dollar AS pada triwulan I- 2022. Namun, di sisi lain, indeks harga produsen tercatat telah tumbuh 8,77 persen year on year atau melampaui indeks harga konsumen yang tumbuh 2,64 persen yoy pada Maret 2022, yang mengindikasikan terdapat inflasi yang belum diteruskan oleh produsen.

"Peningkatan harga energi juga memberikan tekanan pada sisi fiskal. Estimasi kami mengindikasikan kenaikan harga energi akan meningkatkan belanja subsidi dari 207 triliun menjadi 314,4 triliun rupiah di 2022," katanya.

Peningkatan harga energi juga akan menurunkan ruang fiskal dari sekitar 15 persen ke 11,9 persen sehingga reformasi skema subsidi energi, dari subsidi produk ke subsidi untuk penduduk yang ditarget, sangat dibutuhkan. Hal itu agar defisit APBN 2022 dapat kembali ke bawah 3 persen dari PDB di 2023.

Tekanan inflasi yang meningkat tahun ini juga membutuhkan koordinasi yang lebih solid antara Bank Indonesia dan Kemenkeu untuk menjaga ekspektasi inflasi agar tidak terlalu tinggi. "Terlepas dari berbagai tantangan, kami masih berpandangan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2022 akan kembali ke level pra-pandemi di kisaran 5,0 persen year on year," katanya.

Secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira mengatakan, wajar PDB positif di triwulan I-2022 karena ada pemulihan seiring pelonggaran mobilitas orang dan barang. "Selain itu boom harga komoditas mampu mendorong kinerja ekspor. Ini karena keberuntungan saja bukan transformasi struktural," paparnya.

Hal yang perlu diantisipasi kata Bhima ialah meningkatnya inflasi di sisi harga produsen maupun konsumen pada semester II 2022. Daya beli yang sedang pulih bisa terganggu inflasi.

Kebangkitan UMKM

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari STIE YKP, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan ada beberapa syarat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,50 persen pada triwulan I-2022.

"Syarat pertama, tidak ada gejolak yg signifikan dari krisis energi baik yang terjadi di global. Kedua, kebangkitan UMKM dari pandemi Covid-19 berjalan dengan cukup cepat. Ketiga, tidak ada gejolak akibat dampak dari perang Rusia Ukraina," papar Aditya.

Kondisi yang memberatkan UMKM saat ini adalah agresifnya pajak yang diterapkan pemerintah seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai berbarengan dengan momen Lebaran.

Baca Juga: