JAKARTA - Pengusutan kasus penerbitan persetujuan ekspor (PE) minyak goreng (migor) semestinya diperluas, tidak tebang pilih hanya pada segelintir perusahaan. Sebab, semestinya ada banyak perusahaan yang diduga berurusan dengan kasus hukum.

Kuasa Hukum Denny Kailimang dalam nota keberatannya menilai jaksa penuntut umum tebang pilih dalam mengusut kasus persetujuan ekspor (PE) minyak goreng. Ia meminta agar pengusutannya diperluas.

"Itu pun terkesan Tebang Pilih, karena dari 324 PE yang telah diterbitkan untuk 89 perusahaan pada periode Februari-Maret 2022, hanya tiga grup perusahaan yang dipermasalahkan penerbitan PE-nya oleh Kejaksaan Agung RI, sedangkan 71 perusahaan lainnya tidak pernah diperiksa," tegasnya Denny yang merupakan Ketua Tim Kuasa Hukum Terdakwa Pierre Togar Sitanggang di Jakarta, Selasa (6/9).

Padahal, lanjut dia, sistem dan tata cara yang diterapkan berlaku sama untuk semua pelaku usaha dalam pelaksanaan Domestic Market Obligation (DMO) dan penerbitan PE.

Sehingga penerapan delik tipikor pada permasalahan a quo, akan membatasi penegakan hukum terhadap pihak-pihak lain yang justru harus dituntut untuk bertanggung jawab atas kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri, karena tidak mau menyalurkan atau menahan distribusi CPO dan/atau minyak gorengnya di dalam negeri.

Sebab, adanya kebijakan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah saat itu yang nilainya memang di bawah harga keekonomian dan juga tidak terikat kewajiban DMO sebagaimana pelaku usaha yang melakukan ekspor.

Baca Juga: