JAKARTA - Pengurangan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2022 pada klaster perlindungan sosial tidak sejalan dengan misi pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Dana perlindungan sosial sebelumnya 286,64 triliun rupiah menjadi 154,8 triliun rupiah di tahun 2022.

"Padahal kita tahu di saat yang bersamaan pemerintah menargetkan pengurangan atau berkurangnya tingkat kemiskinan dan pengangguran di tahun ini," kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, di Jakarta, Kamis (6/1).

Yusuf mengatakan dengan berkurangnya anggaran PEN untuk perlindungan sosial maka bantuan yang tadinya di tahun 2021 dianggarkan untuk kelompok masyarakat rentan dan hampir miskin sudah tidak disalurkan dalam jumlah yang lebih besar lagi dibandingkan anggaran di 2022.

Sangat Rentan

Padahal, menurutnya, tahun ini adalah masa transisi pemulihan ekonomi, sehingga sangat rentan dan akan menekan daya beli masyarakat utamanya pada kategori penduduk miskin. Selain itu, potensi daya beli yang tertekan pun akan sangat terbuka karena inflasi di tahun ini dapat berpotensi lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

"Jika pendapatan kelompok masyarakat menengah kenaikan lebih rendah dibandingkan kenaikan inflasi maka tentu akan menekan daya beli mereka. Di sinilah sebenarnya peran bantuan pemerintah," jelas Yusuf.

Sementara itu, menurutnya, untuk mengantisipasi pengangguran, pemerintah juga bisa mengalokasikan anggaran Kartu Prakerja lebih banyak lagi, sehingga setidaknya pengangguran dapat berkurang. Sebab masih ada sekitar sembilan juta orang menganggur, dan berbanding terbalik dengan total target penerimaan Kartu Prakerja yang hanya mencapai 3 sampai 4,5 juta orang.

Sebelumnya, Yusuf menyarankan pemerintah daerah (pemda) memperkuat komunikasi dan koordinasi yang intensif dengan seluruh pihak, terutama pemerintah pusat dalam menyalurkan dana program PEN.

"Tujuannya agar pelaksanaan program atau kegiatan PEN ke depannya dapat terealisasi, serta diperlukan penguatan pengawasan dengan bantuan aparat eksternal, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," ucap Yusuf.

Pada 2022, pemerintah kembali menganggarkan dana untuk program PEN sebesar 414 triliun rupiah yang akan meliputi bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan penguatan pemulihan ekonomi.

Di samping itu, dia menilai gubernur, bupati, maupun wali kota juga harus menginstruksikan tim anggaran pemerintah daerah dan/atau masing-masing kepala organisasi perangkat daerah untuk memprioritaskan penggunaan anggaran PEN bidang kesehatan, sosial, dan penanganan dampak ekonomi dalam rangka pencegahan penularan dan penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga: