Penurunan kelas menengah menjadi refleksi dari fondasi ekonomi Indonesia yang memang tidak terlalu baik.
JAKARTA - Daya beli dan antusiasme politik kelas menengah perlu dijaga dan dipantau dengan data mikro. Sebab, mereka memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bustanul Arifin, mengatakan konsumsi kelas menengah merupakan 80 persen dari total konsumsi penduduk. "Mereka ini menjadi sangat berperan dalam perekonomian. Mereka bermasalah, perekonomian bermasalah," kata Bustanul dalam diskusi publik Kelas Menengah Turun Kelas di Jakarta, Senin (9/9).
Dia menuturkan dukungan kelas menengah terhadap reformasi kebijakan ekonomi dan politik hanya dapat terwujud jika kebijakan sejalan dengan kepentingan mereka. Kelas menengah yang aktif secara politik cenderung mendukung demokrasi, walau mereka banyak tuntutan tentang kualitas pelaksanaan demokrasi itu.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah turun dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Kelompok menuju kelas menengah naik dari 128,85 juta pada 2019 menjadi 137,50 juta pada 2024. Kelas miskin naik sedikit dari 25,14 juta pada 2019 menjadi 25,22 juta pada 2024. Sedangkan kelas rentan miskin naik dari 54,97 juta pada 2019 menjadi 67,69 juta pada 2024. Hal tersebut perlu diperhatikan, dan kelas rentan miskin masih memerlukan perlindungan.
"Penurunan kelas menengah adalah refleksi dari fondasi ekonomi Indonesia yang memang tidak terlalu baik. Di perjalanan 10 tahun terakhir itu, memang ada yang kurang pas, saya sebut ada kegagalan transformasi struktural perekonomian, deindustrialisasi terlalu dini dan ketidaktersambungan sektor pertanian dan sektor industri dan jasa," ujarnya.
Tingkat Pengeluaran
Kelas menengah memiliki tingkat pengeluaran sekitar 2.040.262-9.909.844 rupiah. Kelas menengah didominasi penduduk usia muda, bekerja di sektor formal, cukup peduli terhadap politik dan demokrasi.
Untuk merespons masalah penurunan kelas menengah, Bustanul merekomendasikan perbaikan di hulu dengan melakukan transformasi sistem pangan dan pertanian untuk memperkuat industrialisasi, meningkatkan nilai tambah, dan menciptakan lapangan kerja baru.
Menurut Bustanul, dengan fondasi ekonomi lebih kuat, kelas menengah lebih agile atau tangguh. Pemberian insentif dan perbaikan governansi kebijakan diharapkan oleh kelas menengah. Bantuan sosial masih diperlukan bagi desil paling bawah, tapi mereka perlu pendampingan dan pemberdayaan.
Sementara itu, Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, menilai masyarakat kelas menengah, terutama yang di Asia saat ini perlu untuk menjadi perhatian bersama karena dapat berpotensi menjadi penopang perekonomian global.
"Kelas menengah ini jadi engine pertumbuhan ekonomi. Yang menariknya lagi kelas menengah terutama yang di Asia akan jadi backbone pertumbuhan ekonomi global," kata Ferry dalam Forum Merdeka Barat 9 yang disampaikan secara virtual di Jakarta, kemarin.