JAKARTA - Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Indonesia meningkat signifikan saat ini. Meski demikian, pemerintah tetap terus menggenjot penggunaannya untuk mengejar target realisasi bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat jumlah pengguna PLTS atap meningkat lebih dari 1.000 persen dalam tiga tahun terakhir. Saat ini tercatat sekitar 4.000 pelanggan yang memasang PLTS atap. Padahal, pada awal 2018, hanya 350 pelanggan yang memasang PLTS atap.
Meski demikian, angka itu belum seberapa ketimbang potensi dan manfaat. Angka potensi PLTS atap mencapai 32.000 megawatt (MW), sedangkan yang baru termanfaatkan hanya 31 MW. Dari sisi manfaat, PLTS atap dapat menekan emisi karbon dari pembangkit berbahan bakar batu bara dan mengurangi impor minyak untuk pembangkit listrik tenaga diesel.
Karena itu, sejumlah terobosan dilakukan pemerintah untuk memacu pemanfaatan energi surya, seperti revisi regulasi dan pemberian insentif. Tak hanya itu, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, bersama Menteri Pendidikan, Kebudayanan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, juga meluncurkan Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya).
Arifin mengungkapkan pelaksanaan program Gerilya merupakan salah satu bagian dari proses menuju transisi energi bersih karena potensi PLTS punya peluang besar untuk diimpelementasikan. "Dari berbagai jenis EBT, PLTS akan lebih didorong dan mendominasi, mengingat potensinya paling besar dan harganya semakin murah," ungkapnya.
Dia menambahkan, dari sisi biaya investasi, pemerintah menilai PLTS mengalami penurunan cukup signifikan dan memiliki daya saing investasi yang cukup kompetitif. "Di Indonesia, dapat dilihat pada PLTS terapung Cirata 145 megawatt (MW) yang merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara, dengan harga jual listrik sekitar 5,8 sen dollar per kWh," jelas Arifin.
Minat Meningkat
Sementara itu, pelaku industri kian meminati penggunaan PLTS atap seiring peningkatan kesadaraan akan penggunaan energi ramah lingkungan dalam kegiatan operasional perusahaan. Terbaru, PT Saranacentral Bajatama Tbk dan PT Bina Niaga Multiusaha (BNM) memanfaatkan PLTS.
"Proses produksi baja memerlukan sumber energi yang besar, sehingga kami perlu melakukan efisiensi pemakaian energi, salah satu solusinya adalah menggunakan PLTS atap," kata Presdir Saranacentral Bajatama, Handaja Susanto, dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Jumat (13/8).
Perusahaan yang bergerak dalam produksi baja lapis aluminium seng itu telah memasang 2.160 panel surya untuk menggantikan penggunaan listrik fosil sebesar 1.065.506 kWh dan menekan produksi karbondioksida sebesar 995.183 kilogram setiap tahun.
Sementara itu, BNM yang bergerak pada produksi dan pengelola stainless steel juga telah melakukan instalasi panel surya di atap pabriknya yang berlokasi di kawasan industri Jababeka, Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan melakukan instalasi PLTS atap dengan 784 panel surya yang terpasang, sehingga mampu menghasilkan energi bersih sebesar 452.417 kWh dan mengurangi emisi karbon sebesar 422.557 kilogram setiap tahun.
"Jumlah karbon tersebut setara dengan penggunaan 117.968 liter bensin dan perlu menanam 5.302 pohon selama 10 tahun untuk mengurangi emisi karbon tersebut," ujar Direktur Bina Niaga Multiusaha, Dwi Wahyu Jatmika.