JAKARTA - Pembelian bahan bakar gas 3 kg dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK), dinilai salah satu solusi agar subsidi tepat sasaran. Dengan mekanisme tersebut, gas bersubsidi tersebut akan benar-benar diterima masyarakat yang membutuhkan.

"Penggunaan KTP dengan single identity number ini bisa menjadi solusi, karena langsung mengenali pemegangnya," kata Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Mudrajad Kuncoro melalui sambungan di Jakarta, Selasa (30/1).

Dalam hal ini, lanjutnya , urgensi penggunaan KTP dan/atau KK dalam pembelian gas melon adalah sebagai identifikasi. Yakni, untuk mengetahui apakah pembeli memang orang yang tepat atau tidak. "Tujuan penggunaan KTP dan/atau KK kan cuma satu, yaitu untuk mengidentifikasi apakah memang layak membeli gas tiga kilogram yang disubsidi," ujarnya.

Identifikasi tersebut, tambahnya, penting karena pada akhirnya, bisa memperlancar distribusi kepada masyarakat yang berhak. Karena itu dirinya juga mengusulkan, jika diperlukan maka bisa dipergunakan juga kartu identitas lain.

Dia mencontohkan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), dan kartu-kartu lain menunjukkan bahwa mereka layak mendapatkan subsidi gas melon. "Jadi memang harus ada cek dan ricek selain KTP. Apalagi, ada juga kalangan miskin yang tidak memiliki KTP," kata dia.

Selama ini, lanjutnya sering terjadi bahwa bukan hanya keluarga miskin serta usaha mikro yang menggunakan, tetapi juga kalangan menengah ke atas. Padahal, imbuhnya, tujuannya subsidi adalah membantu kalangan tidak mampu.

"Dalam praktik, banyak juga orang kaya maupun rumah makan juga menggunakan gas tiga kilogram itu. Ini kan berarti tidak tepat sasaran," tuturnya.

Perluasan Jargas

Karena itulah, Mudrajad juga meminta agar masyarakat mampu tidak lagi menggunakan gas 3 kg karena subsidi memang tidak ditujukan untuk mereka. "Kalangan menengah ke atas harus tahu diri, tidak menggunakan gas tiga kilogram tetapi yang lima kilogram atau 12 kilogram," katanya.

Selain itu, Mudrajad juga mengusulkan agar ke depan, juga dilakukan perluasan pemanfaatan jaringan gas (jargas). Melalui sambungan pipa langsung ke rumah-rumah, dia menilai, subsidi gas juga bisa lebih tepat sasaran.

"Solusi lain, kita kan punya PGN. Kenapa tidak disalurkan dengan pipa langsung ke rumah tangga seperti di negara maju? Di beberapa daerah, PGN sudah masuk dengan cara itu dan feasible secara ekonomi," ujarnya.

Baca Juga: