Sudah menjadi kesepakatan dunia dan dampak perubahan iklim maka penggunaan EBT harus terus ditingkatkan.

YOGYAKARTA - Penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) harus terus ditingkatkan. EBT sudah tidak bisa ditolak lagi sebab sudah menjadi kesepakatan dunia dan dampak perubahan iklim karena penggunaan energi fosil sudah dirasakan di seluruh belahan dunia.

"Indonesia memiliki potensi sumber energi yang besar, seperti surya, hidro, hingga panas bumi. EBT sudah tidak bisa ditolak lagi sebab sudah jadi kesepakatan dunia," kata Ekonom Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmi Radhi, kepada Koran Jakarta, Kamis (8/6).

Selain pangan, menurut Fahmi, energi merupakan tonggak penting perekonomian sebuah bangsa apalagi bagi bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk ratusan juta. Kini, energi fosil jumlahnya juga sudah sangat terbatas sehingga tidak bisa lagi diharapkan bisa memenuhi kebutuhan energi dunia.

"Sehingga dalam perencanaan penggunaan energi nasional semestinya sudah tidak memasukkan energi fosil, melainkan sudah fokus ke energi baru dan terbarukan. Bagaimana membuat EBT menjadi tersedia dan bisa dijangkau oleh masyarakat," kata Fahmi.

EBT, tambah Fahmi, Indonesia memiliki banyak sumber daya yang beragam dan jumlahnya melimpah. Tenaga surya, biodiesel, bahkan sampah, terus menunggu untuk dikembangkan menjadi EBT. Masalahnya teknologi dan inovasi di EBT masih sangat terbatas sehingga masih tergantung pada investor asing.

Pengembangan Sekolah

Untuk itu, menurut Fahmi, perlu pengembangan sekolah vokasi yang didorong untuk terlibat dalam rantai inovasi dan produksi EBT, misalnya untuk produksi panel-panel energi surya yang selama ini masih didapat dari impor.

"Pilihan EBT yang dibarengi dengan pengembangan SDM melalui sekolah vokasi, ini saya kira jalan yang harus kita tempuh. Energi baru terbarukan yang tersedia dan terjangkau yang nyambung dengan pengembangan vokasi," tandas Fahmi.

Selain itu, yang juga tak kalah penting dengan mengurangi pemakaian energi yang digunakan saat ini. Menurut Fahmi, budaya hemat energi harus digalakkan sehingga jadi bagian hidup sehari-hari masyarakat.

"Satu hal yang bisa setiap orang lakukan dalam upaya untuk mengurangi pemakaian energi adalah dengan efisiensi energi sehingga kita bisa lebih hemat energi seperti dengan mematikan AC dan lampu ketika meninggalkan ruangan. Perubahan perilaku ini itu hal yang penting dalam melakukan transisi energi menuju net zero emission," papar Fahmi.

Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Brawijaya, Malang, Suprapto, mengatakan setiap rumah tangga perlu melakukan penghematan energi, karena pada dasarnya akan membantu mereka melakukan penghematan pengeluaran.

"Peningkatan konsumsi listrik akan menyebabkan pemborosan biaya karena seiring waktu tarif dasar listrik akan naik sesuai kondisi waktu itu. Setiap orang bisa berpartisipasi dalam menghemat energi, dimulai dari rumahnya masing-masing," kata Suprapto.

Seperti dikutip dari Antara, Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bidang Perencanaan Strategis, Yudo Dwinanda Priaadi, mengatakan mengurangi emisi batu bara menjadi salah satu peta jalan menuju energi bersih. Pemerintah telah mencanangkan target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

"Road map sudah ada dan kami tentu akan mendetailkan lagi dengan menyiapkan rencana tahunan seperti apa dan garis besarnya yang paling penting salah satunya adalah dengan mengurangi emisi batu bara," kata Yudo dikutip dari laman esdm.go.id, Kamis.

Hal tersebut dikatakannya saat acara Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk "Ekosistem Menuju Energi Bersih" di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (5/6).

Baca Juga: