Proses penentuan anggaran pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan di masing-masing daerah.

JAKARTA - Anggaran pendidikan yang dialokasikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai masih belum maksimal pengelolaannya sehingga tidak berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air. Hal ini disebabkan proses penentuan anggaran belum sesuai dengan kebutuhan di masing-masing daerah.

"Proses penganggaran dana pendidikan masih belum sesuai dengan kebutuhan sekolah. Yang terjadi selama ini adalah model top down atas kehendak atasan bukan bottom up yang berbasis kepada kebutuhan sekolah," kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, kepada Koran Jakarta, di Jakarta, Rabu (14/8).

Ubaid menilai pengelolaan anggaran pendidikan cenderung tidak digunakan secara tepat sasaran. Selain itu, juga tidak terfokus pada permasalahan dan kebutuhan yang ada sehingga penggunaannya terkesan mubazir.

Sebagai contoh, ia menyebut banyak sekolah yang mendapatkan bantuan, tapi tidak berdasar pada proses pengajuan kebutuhan sekolah. Oleh karena itu, proses evaluasi dan pemetaan oleh pemerintah pusat dan daerah harus segera dilakukan. "Pemetaan atau evaluasi ini untuk melihat kebutuhan sekolah dalam rangka peningkatan kualitasnya. Jadi, fokusnya tergantung pada kondisi kualitas pendidikan di suatu daerah dan tidak bisa disamaratakan," ujarnya.

Pada 2019, pemerintah telah menganggarkan dana pendidikan sejumlah 492,5 triliun rupiah atau 20 persen dari total APBN yang mencapai 2.461,1 triliun rupiah. Dana tersebut dikelola oleh banyak pemangku kebijakan seperti kementerian terkait maupun pemerintah daerah.

Di sisi lain, lanjutnya, tiap pemerintah daerah juga harus mempunyai political will terkait pembenahan sektor pendidikan. Selama ini masih banyak pemerintah daerah yang belum menganggarkan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sehingga menghambat peningkatan kualitas pendidikan.

Seperti diberitakan bahwa Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan sistem pendidikan yang dianggarkan 20 persen dari APBN masih belum memadai. "Kami kecewa karena beberapa lulusan bahkan tidak sampai ke tingkat yang kami harapkan," kata Menkeu.

Hal senada juga diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro. Ia mengatakan alokasi APBN sebesar 20 persen pada sektor pendidikan yang telah berjalan selama kurang lebih 10 tahun belum maksimal dan efektif untuk dapat mengangkat kinerja atau kualitas sektor pendidikan.

Menurut Bambang, hal tersebut terjadi karena selama ini pemerintah masih menjadikan belanja pendidikan berdasarkan kuantitas sebagai prioritas, sedangkan untuk kualitasnya masih belum diperhatikan.

Akan Dirapikan

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, berjanji bakal merapikan struktur anggaran pendidikan pada tahun 2020. Pihaknya bersama Kementerian Keuangan akan memastikan anggaran pendidikan betul-betul tepat sasaran.

Muhadjir mengaku telah bertemu Sri Mulyani sebanyak dua kali untuk pendampingan pembenahan struktur anggaran pendidikan. "Agar betul-betul tepat sasaran dan tidak salah pemanfaatannya, mudah-mudahan tahun depan sudah rapi," katanya.

Meski begitu, dia tidak menjelaskan alasan sistem pendidikan yang tak tepat guna dan bakal diatur lebih ketat.ruf/E-3

Baca Juga: