Melihat kondisi ekonomi saat ini, BI bisa menaikkan suku bunganya lagi satu atau dua kali di sisa akhir tahun ini.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diperkirakan kembali menaikkan suku bunga acuan di sisa waktu tahun ini. Sebab, pengetatan moneter yang dilakukan melalui instrumen kenaikan suku bunga acuan sepanjang tahun ini dinilai belum cukup mampu mengekang tekanan inflasi ke depan.

Analis Utama Ekonomi Politik LAB45, Reyhan Noor, mengatakan bank sentral masih memiliki ruang menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) ke depan. Sebab, BI tak langsung menaikkan suku bunga ketika the Fed menyesuaikan suku bunga.

Melihat keadaan ekonomi saat ini, Reyhan memproyeksikan BI bisa menaikkan suku bunganya lagi di sisa akhir 2022. "Kemungkinan akan ada satu atau dua kenaikan suku bunga hingga akhir tahun ini," ucap Reyhan dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (23/9).

Lebih lanjut, dia menilai kenaikan suku bunga berfungsi untuk mengelola ekspektasi masyarakat ke depan, termasuk rencana pembelian barang dan jasa di masa depan. Dengan adanya kenaikan suku bunga, masyarakat akan berpikir dua kali untuk melakukan pembelian sehingga permintaan akan berkurang yang pada akhirnya mempengaruhi harga agar tidak terlalu naik signifikan.

Namun, harga barang dan jasa yang tinggi tidak serta-merta dapat turun karena inflasi saat ini bukan disebabkan oleh peningkatan permintaan, melainkan masalah eksternal yang menyebabkan adanya disrupsi pasokan sejak pandemi Covid-19.

Reyhan pun menerangkan kenaikan suku bunga tentunya tidak hanya ditujukan untuk meredam inflasi, tetapi juga bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan kinerja ekspor serta impor. Meski cukup agresif, kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen dipandang masih dalam rentang yang wajar.

Reyhan menjelaskan kebijakan BI untuk menaikkan suku bunga sudah tepat mengingat Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve juga menaikkan suku bunganya bulan ini sebesar 75 bps menjadi di kisaran 3,00-3,25 persen.

Tren Pengetatan

BI juga tidak sendiri karena beberapa bank sentral negara lain, seperti Filipina, Inggris, dan Eropa pun juga telah mengambil kebijakan yang sama. "Menurut saya, kebijakan ini sudah tepat mengingat inflasi domestik yang sudah dapat dipastikan meningkat akibat kenaikan harga BBM pada awal bulan lalu," ujarnya.

Sementara itu, PT Bahana Sekuritas memproyeksikan BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps pada triwulan IV-2022 dan triwulan I-2023, sehingga menjadi lima persen pada 2023, setelah kenaikan 50 bps pada September 2022.

"Untuk tahun ini, sikap moneter yang hati-hati sebagian besar diharapkan mengingat potensi lingkungan risk-off dari perang Russia dan Ukraina yang berkepanjangan," tulis Bahana Sekuritas dalam hasil kajiannya yang diterima di Jakarta, kemarin.

Dot plot Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, yang dirilis kemarin menunjukkan sikap yang lebih hawkish daripada yang diantisipasi pasar, yang berarti BI mungkin perlu tetap berhati-hati. Setiap akhir triwulan, the Fed akan memberikan proyeksi arah kebijakan suku bunganya yang terlihat dari dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota the Fed terhadap suku bunga.

Pada dot plot yang dirilis, Otoritas Moneter AS mengisyaratkan kenaikan yang lebih besar dalam proyeksi baru yang menunjukkan suku bunga kebijakannya naik menjadi 4,4 persen di akhir tahun ini sebelum mencapai 4,6 persen pada 2023 atau naik dari proyeksi Juni masing-masing sebesar 3,4 persen dan 3,8 persen.

Baca Juga: