Dengan adanya UU PPRT ini, persoalan-persoalan terkait pekerja domestik ini dapat kita selesaikan dan memiliki dasar hukum yang sangat jelas
JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai undang-undang menjadi landasan utama perlindungan pekerja domestik. Penanganan dan penyelesaian hukum persoalan di dalamnya akan memiliki dasar hukum yang jelas.
"Dengan adanya UU PPRT ini, persoalan-persoalan terkait pekerja domestik ini dapat kita selesaikan dan memiliki dasar hukum yang sangat jelas," kata Menaker ketika menerima audiensi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Periode 2022-2027 di Jakarta, kemarin.
Ida menerangkan, kolaborasi dalam memberikan perlindungan terhadap PRT harus dimulai dari hulu. Dengan adanya undang-undang, maka hal-hal yang ada di lapangan akan mengikuti.
Dia menambahkan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung RUU PPRT agar menjadi UU dengan mengedepankan perlindungan. Hal tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pekerja sektor domestik. "Kita ingin perlindungan ini betul-betul jelas kepada mereka yang bekerja di sektor domestik," tandasnya.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengapresiasi kolaborasi Komnas HAM dengan Kemnaker. Dia menyebut, pihaknya mendukung penuh komitmen pemerintah untuk melakukan percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi UU.
"Komnas HAM memberi perhatian terhadap kelompok-kelompok rentan dan marginal yang memiliki potensi kuat terhadap pelanggaran hak asasi manusia, baik hak ekonomi sosial budaya maupun hak sipil dan politik," katanya.
Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengungkapkan, pihaknya menerima masukan dari berbagai elemen selama proses pembahasan RUU PPRT. Pihaknya akan memutuskan berdasarkan kehati-hatian, sehingga UU yang lahir mengedepankan kualitas dibandingkan dengan kuantitas.
"Itu tentu saja dengan membuka ruang seluas-luasnya untuk bisa menerima masukan dari publik dan elemen bangsa terlebih dahulu," jelasnya.
Puan memastikan tetap menghargai proses tahapan RUU menjadi UU. Menurutnya, hal ini penting demi terciptanya payung hukum yang komprehensif, tidak hanya untuk PRT, akan tetapi juga Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Dia menambahkan, akan melihat substansi pembahasan terkait RUU tersebut. Hingga saat ini, dia mengakui bahwa belum menerima laporan pembahasan substansi RUU PPRT baik dari komisi terkait maupun Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
"Kita akan mencerna, mendiskusikan, dan melihat bagaimana hal itu harus dibahas seperti apa, dan dalam prolegnas itu kan, kami juga punya prioritas-prioritas UU tertentu," terangnya.
Diketahui, sejak Februari 2020, DPR telah menetapkan RUU PPRT masuk dalam long list Prolegnas 2020-2024. Bahkan sejak Desember 2022 silam, RUU ini telah masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023, bersama dengan 38 RUU lainnya yang akan dibahas DPR bersama Pemerintah pada 2023 ini.