Kebijakan pemerintah dalam pengendalian impor untuk melindungi perdagangan dalam negeri, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

JAKARTA - Pengendalian impor diperlukan untuk melindungi perdagangan dalam negeri, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pengendalian tersebut ditempuh melalui rencana mengembalikan pengawasan di luar kawasan pabean (post border) ke pengawas di kawasan pabean (border).

"Kita akan mengembalikan pengawasan impor, dari post-border menjadi border kembali. Jadi, impor diawasi lebih ketat," ujar Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (7/10).

Seperti dikutip dari Antara, saat mengunjungi Pasar Johar, Semarang, Jawa Tengah, Mendag mengatakan pemerintah telah mengatur perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Hal itu diwujudkan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

"Perdagangan daring juga diatur, bukan tidak boleh. Misalnya, makanan harus ada sertifikat halal, kalau obat dan kosmetik harus ada izin Badan Pengawas Obat dan Makanan, elektronik harus ada garansi purnajual, dan lain sebagainya. Jadi, ditata agar tidak mematikan toko fisik," kata Mendag.

Mendag mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar masuk ekosistem digital. Kompetisi saat ini semakin sengit dan para pelaku UMKM harus meningkatkan kapasitas agar dapat bersaing.

Memberikan Pelatihan

Untuk itu, Kemendag telah membuat dan memberikan berbagai pelatihan kepada UMKM untuk memasuki ekosistem digital.

Lebih lanjut, Mendag menegaskan keberpihakan pemerintah dalam melindungi pelaku usaha dalam negeri, khususnya pelaku UMKM. Keberpihakan itu ditunjukkan dengan pengendalian dan pengawasan impor serta penataan perdagangan secara daring.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah Indonesia segera memberlakukan berbagai peraturan untuk memperketat arus masuk barang impor.

Langkah tersebut, menurut Airlangga, dilakukan untuk merespons keluhan dari asosiasi dan masyarakat akibat membanjirnya barang-barang impor di pasar tradisional, sepinya pasar tradisional, dan peningkatan penjualan bukan barang dalam negeri di e-commerce.

"Nah (barang) yang impor ini tentunya akan mengganggu pangsa pasar produk dalam negeri, kemudian maraknya impor ilegal pakaian bekas, dan di sektor industri tekstil juga terjadi PHK," kata Airlangga.

Oleh karena itu, pemerintah akan menerbitkan berbagai peraturan untuk memperketat impor komoditas tertentu, yang mencakup mainan anak-anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil, obat tradisional dan suplemen kesehatan, pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi, serta produk tas.

"Jumlah kode HS yang diubah ada 327 kode pos untuk produk tertentu, untuk pakaian jadi ada 328 kode pos, tas ada 23 kode HS. Dan saat ini yang sifatnya post border diubah menjadi border dengan persetujuan impor dan laporan surveyor," kata Airlangga.

Indonesia sudah menangani beberapa komoditas, baik yang merupakan barang larangan dan/pembatasan (lartas) yakni 60 persen dan nonlartas yaitu 40 persen.

Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap importir umum terkait penegakan aturan post border menjadi border, serta memperdalam langkah penerimaan di border agar service level agreement dan responsnya tetap sehingga tidak menambah dwelling time.

Baca Juga: