JAKARTA - Pemerintah berkomitmen melaksanakan transisi energi dari fosil menuju energi yang lebih bersih sesuai dengan arah kebijakan energi nasional. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengatakan sektor energi Indonesia ditargetkan dapat menurunkan emisi sebesar 314 juta sampai 446 juta ton karbon dioksida pada 2030.

"Transisi energi tersebut dilakukan melalui pengembangan energi baru terbarukan secara masif dan pengurangan pemanfaatan energi fosil secara bertahap," kata Dadan dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Dadan, transisi energi dapat dicapai dengan pengembangan energi baru terbarukan masif, pengurangan pemanfaatan fosil bertahap, kemudian mendorong penggunaan elektrifikasi baik untuk kendaraan bermotor maupun peralatan rumah tangga, serta penerapan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP-26 tahun lalu, Indonesia telah berkomitmen untuk menuju target netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat dengan bantuan internasional.

Dalam peta jalan netralitas karbon, pemerintah juga telah mencanangkan pengurangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ditandai dengan tidak ada lagi penambahan PLTU baru.

Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, pemerintah juga akan menerapkan pajak karbon mulai 1 Juli 2022. Pajak karbon meliputi penerapan cap atau batas atas emisi, penetapan peraturan Menteri Keuangan tentang tata laksana pajak karbon, dan juga pelaksanaan pajak karbon secara terbatas.

Sementara itu, Koordinator Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Bayu Nugroho, mengatakan pemerintah bahu-membahu bersinergi dalam mempersiapkan penerapan pajak karbon kepada pelaku usaha pembangkitan.

"Butuh kesiapan-kesiapan untuk lebih bisa menerapkan ini, pemerintah bahu-membahu mencoba menyinergikan peraturannya sehingga nanti ke depan bisa lebih diterima oleh pelaku usaha," kata Bayu.

Sementara itu, Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wahyu Marjaka, menyampaikan Indonesia memiliki peta jalan Nationally Determined Contribution yang sudah disiapkan untuk menjadi pedoman seluruh sektor dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.

Pada 2025, perdagangan karbon secara penuh akan diimplementasikan. Dalam rangka persiapan pelaksanaan tersebut, di tahun 2021 lalu, Kementerian ESDM telah melaksanakan uji coba perdagangan karbon untuk PLTU batu bara.

Dari simulasi yang diikuti oleh 35 pembangkit tersebut terdapat 28 transaksi perdagangan karbon senilai 1,54 miliar rupiah.

Ekosistem yang Baik

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Servieces Reform (IESR), Marlistya Citraningrum, mengatakan sektor energi menyumbang emisi karbon dioksida yang signifikan, dan akan terus bertambah ke depan. Pada 2021-2030, Indonesia sebaiknya menggenjot transisi energi termasuk percepatan pemanfaatan energi terbarukan untuk bisa mencapai puncak emisi gas rumah kaca (GRK) sebelum 2030.

"Target 23 energi terbarukan pada 2025 harus tercapai dan jika bisa, lebih ambisius. Ini membutuhkan dukungan kebijakan dan ekosistem yang baik karena investasinya besar dan perlu kolaborasi banyak pihak," tegas Marlistya.

Kajian IESR juga menunjukkan perlunya investasi energi terbarukan 20 miliar-25 miliar dollar AS per tahun sampai 2030 untuk bisa mencapai NZE 2050, lebih cepat dari target pemerintah pada 2060.

Baca Juga: