JAKARTA - Kebakaran di Museum Nasional atau yang dikenal dengan sebutan Museum Gajah pada Sabtu (16/9) malam tidak bisa dipandang hanya sebagai musibah biasa karena letupan pendingin udara (AC), tetapi harus dilakukan investigasi lebih detail sebagai bentuk tanggung jawab atas sikap yang abai dari pengelola gedung yang berakibat kerugian yang tidak ternilai harganya karena kehilangan sejumlah koleksi barang bersejarah.

Ketua Umum Pergerakan Advokat, Heroe Waskito, yang diminta pendapatnya, Minggu (17/9), mengatakan musibah itu berdampak sangat serius, tidak hanya dari sudut pandang kerugian materi, tetapi juga dalam konteks keberlanjutan warisan budaya dan nasionalisme.

Pertama, katanya, kebakaran itu menunjukkan adanya masalah serius dalam pemeliharaan dan perlindungan barang-barang berharga di museum-museum. Museum Nasional seharusnya menjadi penjaga utama warisan budaya dan sejarah bangsa, tetapi insiden itu menggambarkan ketidakmampuan untuk menjaga benda-benda berharga tersebut.

Musibah terjadi karena kegagalan sistem dan tindakan yang tidak memadai dalam menjaga warisan budaya bangsa.

"Kita teriak-teriak agar negara eks kolonial mengembalikan barang-barang pusaka kita yang dulu diangkut ke Belanda dan Inggris. Baru-baru ini, keris milik Pangeran Diponegoro dikembalikan pemerintah Belanda. Tapi apa artinya semua itu, kalau kita di dalam negeri tidak bisa menjaganya?" tanya Heroe.

Menurut dia, pernyataan petugas pemadam kebakaran kalau kebakaran disebabkan oleh letupan AC di bedeng pekerja, dinilai sebagai alasan yang benar-benar sulit diterima akal sehat untuk fasilitas publik sepenting Museum Nasional.

"Harus ada investigasi yang lebih dalam, rakyat berhak untuk menuntut transparansi dan kebenaran dalam investigasi kebakaran ini. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah terkait dengan pemeliharaan dan perlindungan warisan budaya benar-benar runtuh oleh peristiwa kebakaran Museum Nasional ini," kata Heroe.

Dia membandingkan mudahnya kebakaran di gedung paling penting untuk menjaga peninggalan masa lalu tersebut dengan apa yang terjadi di Afghanistan, yang telah mengalami kerusakan budaya yang besar sejak mengalami perang.

"Jika kita tidak dapat menjaga dan memelihara benda-benda bersejarah kita, bagaimana kita bisa berharap agar negara lain menghormati permintaan kita untuk mengembalikannya? Kejadian seperti ini benar-benar merusak citra bangsa di mata dunia. Kita hanya jadi bahan tertawaan," katanya.

Museum milik swasta saja bisa menjaga barang dengan baik, kenapa Museum Nasional bisa mudah terbakar.

"Rakyat pantas marah dengan cara pengelola seperti itu yang kurang safety akan benda-benda bersejarah yang tidak ternilai. Ini bukan kecelakaan dan juga bukan bencana. Bagaimanapun, museum dibangun tujuannya untuk melindungi barang-barang bersejarah. Ini kok malah terbakar," katanya.

Museum, katanya, pasti dibangun dengan sistem teknik mekanik dan elektronik untuk menjaga berbagai kemungkinan sehingga bisa bertahan hingga ratusan tahun.

"Ini adalah masalah hukum dan sosial yang melibatkan integritas, akuntabilitas, dan perhatian terhadap warisan budaya yang merupakan bagian penting dari identitas bangsa kita. Tanggapan yang tepat dan tindakan yang segera diperlukan untuk mencegah insiden serupa terjadi di masa depan," tandas Heroe.

Berjalan Transparan

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan pihaknya telah mengerahkan tim untuk mengusut peristiwa kebakaran di Museum Nasional.

"Kemendikbudristek akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa penyelidikan berjalan dengan transparan," kata Nadiem, usai meninjau kebakaran Museum Nasional, Minggu (17/9) dini hari.

Pihaknya pun memprioritaskan upaya perlindungan maksimal terhadap koleksi Museum Nasional. Tim investigasi internal juga akan mendata koleksi, baik yang terdampak maupun yang tidak, semuanya sudah diamankan.

Baca Juga: