Semua pihak terkait harus membantu mengawasi kasus stunting atau gizi buruk dan untuk itu diperlukan intervensi platform teknologi.

BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pengawasan kasus stunting atau gizi buruk memerlukan intervensi platform teknologi. Langkah tersebut penting mengingat setiap kasus stunting memiliki intervensi yang berbeda-beda.

"Memonitor yang ada di lapangan karena setiap ibu memiliki intervensi dengan cara-cara berbeda. Teknologi itu penting. Platform aplikasi penting memonitor mereka pada kondisi seperti apa," ujar Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan FORKOMPIMDA, di Sentul, Kabupaten Bogor, Selasa (17/1).

Presiden Jokowi mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Sumedang yang sudah memanfaatkan platform teknologi untuk memontior stunting. Kabupaten Sumedang berhasil menurunkan angka stunting dari 32 persen pada 2019 menjadi 7 persen pada tahun 2022.

"Yang lain tinggal tiru, copy saja. Ini drastis sekali penurunannya," jelasnya.

Presiden menekankan pencegahan stunting harus dilakukan dengan memastikan asupan, tidak hanya bayi, tapi juga ibu jangan sampai kurang gizi dan kurang darah. Sebanyak 23 persen penyumbang stunting adalah masalah bayi belum lahir.

Dia menambahkan, setelah lahir sampai 23 bulan atau 2 tahun, 37 persen penyumbang stunting setelah lahir. Pencegahan pada tahap ini adalah pemberian protein hewani pada bayi.

"Jangan diberikan makanan ultraproces, biskuit, bubur instan. Hati-hati ini banyak dilakukan. Ini keliru. Beri yang namanya protein-protein hewani yang tinggi zat besinya," tandasnya.

Kader Posyandu

Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir, menjelaskan pihaknya memiliki kader posyandu sebanyak 9.000 lebih dan ada 1.304 posyandu. Pihaknya melatih para kader agar paham seputar stunting dan penanganannya serta pemanfaatan platform teknologi.

"Mereka kami latih memanfaatkan platform digital. Kami ada aplikasi Simpati (Sistem Pencegahan Stunting Terintegrasi)," katanya.

Dia mengatakan seluruh posyandu diberikan smartphone untuk input data. Setiap desa penyebab stunting berbeda, dan intervensinya berbeda pula.

"Intinya, setiap desa berbeda intervensinya, berbeda penanganannya sesuai persoalan desa dan itu berdasarkan data. Jadi, good data make good decision and good result," ucapnya.

Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menerangkan stunting sangat berkaitan dengan produktivitas seseorang. Orang yang stunting memiliki IQ atau kepintaran 20 persen di bawah rata-rata sehingga berdampak pada produktivitas daerah.

"Artinya kalau masyarakat stunting lebih banyak, ya lebih bodoh. Kalau begitu income daerahnya kecil karena kerjanya hanya bisa jadi pembantu rumah tangga, tidak bisa jadi dokter," ujar Budi.

Baca Juga: