Peredaran obat dan makanan ilegal di daerah masih marak, terlebih saat Lebaran karena meningkatnya permintaan masyarakat.

JAKARTA - Fenomena maraknya peredaran obat dan makanan ilegal di daerah ditengarai karena masih lemahnya struktur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Lembaga ini hanya memiliki struktur hingga provinsi, tak sampai di tingkat kabupaten atau kota.

Terkait hal ini, Panitia Kerja Badan Legislasi DPR RI bersama pengusul RUU tengah membahas Harmonisasi Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU Waspom). Tujuannya untuk memperkuat posisi Badan POM dalam mengawasi peredaran obat dan makanan di Tanah Air.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, selaku pihak pengusul mengatakan pihaknya mengharapkan adanya penguatan kelembagaan BPOM dalam harmonisasi RUU POM. Selama ini, perwakilan BPOM hanya ada di tingkat provinsi, tetapi tak ada di tingkat kabupaten. Padahal, peran BPOM sangat krusial dalam memastikan keamanan produk obat dan makanan bagi konsumen.

"Kita ingin BPOM ini harus sampai tingkat kabupaten/ kota karena selama ini BPOM itu baru sampai tingkat provinsi. Jadi, bagaimana kita melakukan pengawasan terutama makanan sampai ke tingkat jajanan anak-anak di sekolah, kalau ranahnya baru sampai tingkat provinsi. Oleh sebab itu, kita berharap BPOM bisa sampai tingkat kabupaten/ kota," jelas Ninik, sapaan akrab Nihayatul usai Rapat Panja RUU Waspom di Senayan, Jakarta, Senin (13/2), dikutip dari laman resmi DPR RI.

Ninik menjelaskan, selama ini unit pelaksana teknis BPOM yang disebut Loka POM baru ada 40 kantor di tingkat kabupaten/ kota, sedangkan ada 500 lebih kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Sementara itu, untuk kabupaten/ kota yang tidak memiliki Loka POM, pengawasan obat dan makanan dilakukan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan.

"Nah, ini tadi perdebatannya kita mau memberi waktu ke pemerintah sampai berapa tahun untuk melaksanakan pembangunan BPOM sampai tingkat kabupaten/ kota. Perdebatan pertama ditawarkan 10 tahun, kita berpikir lima tahun. Lalu, jika dalam lima tahun ini tidak terpenuhi apa yang bisa kita lakukan. Nah, ini butuh diskusi panjang," sambung Ninik.

Pada kesempatan sama, anggota Panja RUU Waspom, Ferdiansyah, menyambut baik keinginan pengusul agar BPOM memiliki struktur hingga tingkat kabupaten/ kota sebagai upaya negara dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dengan menjamin keamanan, khasiat dan mutu serta memberikan perlindungan dan daya saing obat dan makanan yang beredar dan dikonsumsi masyarkat.

Kesiapan Anggaran

Seperti diketahui, saat ini, menurut Ferdi, unit pelaksana teknis BPOM yang disebut Loka POM baru ada 40 kantor di tingkat kabupaten/kota seluruh Indonesia. Padahal, jumlah seluruh kabupaten/ kota di Indonesia ada 514.

"Ini penting menjadi perhatian. Namun perlu diingat ketika RUU Waspom di ketok menjadi UU pasti ada konsekuensi logis terhadap anggaran, manajemen, SDM. Makanya, kami mengusulkan supaya ada aturan peralihan batas waktu agar keberadaan Loka POM di seluruh Indonesia bisa terwujud," pungkasnya.

Baca Juga: