Harga minyak mentah yang diperdagangkan di pasar internasional tercatat terus mengalami perubahan hampir untuk setiap harinya. Sementara minyak mentah merupakan komponen terbesar dalam pembentuk harga BBM
Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, yang juga pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti Komaidi Notonegoro menyebutkan fluktuasi atau perubahan harga BBM pada dasarnya merupakan sesuatu yang wajar seperti perubahan harga barang dan jasa pada umumnya.
"Harga minyak mentah yang diperdagangkan di pasar internasional tercatat terus mengalami perubahan hampir untuk setiap harinya. Sementara minyak mentah merupakan komponen terbesar dalam pembentuk harga BBM," kata Komaidi lewat keterangannya di Jakarta, Rabu (1/2).
Meskipun merupakan sesuatu yang wajar, bagi masyarakat Indonesia, Komaidi mengatakan bahwa fluktuasi harga BBM secara relatif tampak belum sepenuhnya dapat diterima.
Hal tersebut karena dalam kurun waktu yang cukup lama masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan harga BBM yang stabil akibat diintervensi harga oleh pemerintah.
Perubahan kondisi permintaan dan penawaran minyak Indonesia menyebabkan biaya yang diperlukan untuk dapat mengintervensi harga BBM semakin besar.
Menurut Komaidi, konsumsi minyak Indonesia meningkat dari kisaran 300 ribu barel per hari pada periode awal pelaksanaan pembangunan menjadi sekitar 1,5 juta barel per hari.
Sementara kemampuan produksi minyak Indonesia yang sempat mencapai 1,6 juta barel per hari, saat ini turun menjadi 600-700 ribu barel per hari.
"Harga BBM secara umum sama dengan harga barang dan jasa yang lain, dibentuk melalui komponen biaya-biaya dalam proses pengadaannya," ujar Komaidi.
Harga BBM di antaranya ditentukan oleh harga minyak mentah, nilai tukar rupiah, biaya untuk mengangkut minyak mentah, biaya pengolahan/pengilangan, biaya penyimpanan BBM, biaya distribusi BBM, tarif pajak yang meliputi PPN dan PBBKB, dan margin wajar badan usaha yang terlibat dalam rantai bisnis penyediaan BBM.
Sebagian besar komponen pembentuk harga BBM tersebut bersifat fluktuatif. Karena itu, menjadi logis jika harga BBM juga fluktuatif, dapat naik dan turun sesuai dengan perubahan faktor pembentuk harganya.
"Jika selama ini harga BBM di Indonesia relatif stabil, hal tersebut bukan karena faktor-faktor pembentuk harganya yang stabil, tetapi lebih karena harga BBM diintervensi oleh pemerintah," ungkap Komaidi.
Meskipun relatif sama dengan barang dan jasa yang lainnya, perhitungan harga wajar BBM tidak mudah untuk dapat disederhanakan.
Terdapat sejumlah faktor penting yang perlu dilihat lebih cermat ketika menghitung harga wajar BBM. Salah satunya adalah terkait karakteristik minyak mentah dan pengaturan pada kilang minyak.
Menurut Komaidi, jenis minyak mentah dan pengaturan kilang akan berpengaruh terhadap produk yang akan dihasilkan dari proses pengilangan.
Produk yang akan dihasilkan umumnya akan tergantung daricrude assay. Melaluicrude assaysudah akan diketahui berapa komposisi dari masing-masing produk yang akan dihasilkan mulai dari gas, elpiji, minyak tanah, bensin, solar, dan residunya.
Hasil studi menyebutkan pengilangan minyak jenis Brent, rata-rata akan menghasilkan komposisi produk butane andlighter (2,9 persen), lt naptha (9,2 persen), hvynaphtha (21,3 persen), kerosene (15,6 persen), diesel (16,7 persen), vacuumgas oil (24,5 persen), dan vacuumresidue (9,7 persen).
Studi tersebut menggambarkan bahwa pendekatan yang mengasumsikan bahwa 1 barel minyak mentah akan menjadi 1 barel BBM adalah tidak tepat.
"Dalam proses pengilangan minyak mentah tidak semua akan menjadi BBM, tetapi juga produk turunan yang lainnya. Hal tersebut menegaskan bahwa perhitungan harga wajar BBM tidak sederhana karena harus melibatkan perhitungan hasil produk lain yang harganya juga tidak sama," ujar Komaidi.
Data menunjukkan bahwa harga BBM antarnegara dapat berbeda-beda. Hal tersebut karena struktur biaya penyediaan BBM antara negara yang satu dan yang lainnya memang tidak selalu sama.
Untuk Indonesia, formula perhitungan harga BBM pada dasarnya sudah diatur dan tertuang dalam sebuah regulasi.
Oleh karena itu, Komaidi menyampaikan bahwa jika masih terdapat pihak yang menilai bahwa pemerintah dan PT Pertamina (Persero), selaku BUMN yang ditugaskan, tidak transparan dalam hal perhitungan harga BBM hal tersebut merupakan pesan bahwa sosialisasi terhadap regulasi perhitungan harga BBM masih perlu ditingkatkan dan dilakukan secara masif.
Saat ini, formula perhitungan harga BBM di Indonesia diatur melalui Permen ESDM Nomor 20/2021 dan telah diperbarui dalam Permen ESDM Nomor 11/2022 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Regulasi tersebut menggantikan Permen ESDM No.39/2014 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Permen ESDM No.40/2018 tentang Perubahan Keenam atas Permen ESDM No.39/2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Berdasarkan regulasi tersebut, harga eceran jenis BBM subsidi/tertentu ditetapkan dengan formula harga dasar ditambah pajak pertambahan nilai (PPN), dikurangi subsidi, dan ditambah pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Sementara, untuk harga eceran BBM khusus penugasan (JBKP) ditetapkan dengan formula harga dasar ditambah biaya tambahan pendistribusian di wilayah penugasan sebesar 90 Rupiah, ditambah PPN, dan ditambah PBBKB.
Selain mengatur harga eceran BBM subsidi dan JBKP, Permen ESDM Nomor 20/2021 juga mengatur harga eceran jenis BBM umum.
Harga eceran jenis BBM umum dihitung dan ditetapkan oleh badan usaha berdasarkan formula harga tertinggi yang terdiri atas harga dasar, ditambah PPN, ditambah PBBKB, dan margin usaha paling tinggi 10 persen dari harga dasar.
Harga dasar BBM merupakan formula yang terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi, biaya penyimpanan, dan margin.
Perhitungan harga dasar untuk setiap bulannya ditetapkan dengan menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan kurs beli Bank Indonesia periode tanggal 25 pada satu bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 bulan berjalan untuk perhitungan harga dasar bulan berikutnya.
Formula harga dasar tersebut menjelaskan mengapa harga keekonomian BBM yang disampaikan oleh Menteri ESDM dan Menteri Keuangan pernah berbeda.
Jika Menteri Keuangan menggunakan basis data tanggal 25 Januari-24 Februari, sementara Menteri ESDM menggunakan data 25 Februari-24 Maret maka hasil perhitungan harga BBM oleh kedua belah pihak kemungkinan akan berbeda.
"Jika mencermati sebagian besar faktor pembentuk harga BBM yang fluktuatif tersebut, perubahan harga BBM semestinya juga dapat disikapi seperti harga barang dan jasa di pasar pada umumnya. Bahwa, naik dan turunnya harga adalah sesuatu yang wajar," kata Komaidi.
Untuk itu, menurut dia, hal yang perlu dikawal adalah memastikan bahwa mekanisme penyesuaian harga tersebut adil untuk semua pihak.
"Ketika biaya penyediaan turun, harga BBM harus diturunkan agar tidak merugikan konsumen. Sebaliknya, ketika biaya penyediaan naik, harga BBM harus dinaikkan agar tidak merugikan pelaku usaha penyedia BBM," ujarnya.