JAKARTA - Aksi tendang pintu kantor yang dilakukan seorang oknum komisioner Komisi Informasi Pusat menegaskan perlunya segera dilakukan evaluasi terhadap lembaga sampiran negara yang seharusnya adalah cerminan lembaga publik yang berwibawa.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengaku terkejut melihat video aksi tendang pintu kantor yang dilakukan seorang oknum komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) tersebut di tengah peran KIP yang hingga saat ini belum dirasakan publik.

"Masak komisioner KIP begitu tingkahnya. Bubarin saja, pilih lagi. Itu kan sudah jelas ada sesuatu ada masalah di antara komisioner. Bagaimana mau mengurus masalah publik. Karena sampai sekarang peran KIP belum signifikan," tegasnya, Selasa (27/12)

Menurut Agus, tindakan oknum komisioner KIP tersebut secara etika tidak dibenarkan karena komisioner KIP adalah pejabat negara. Mereka dipilih DPR dan dilantik oleh Menkominfo.
Para Komisioner KIP dapat mengimplementasikan program kerja, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagai prinsip penyelenggaraan pemerintah yang demokratis.

Sebagai Badan Publik seluruh pengelolaannya harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Baik itu lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan organisasi karena anggaran KIP diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Hal senada diungkapkan praktisi komunikasi publik yang merupakan mantan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Freddy H Tulung yang menilai aksi tendang pintu ruangan kantor yang dilakukan seorang oknum komisioner KI Pusat tersebut merupakan tindakan yang kurang pantas.

"Ini bukti dari ketidakmatangan kepribadian sang komisioner terhadap gejolak internal institusinya. Bagaimana mau menjalankan misi KIP dalam menyelesaikan sengketa informasi publik para pihak kalau emosi personal saja tidak bisa dikendalikan," tuturnya.

Freddy menilai luapan emosi tidak terkontrol tersebut mencerminkan adanya ketidaktepatan dalam asesmen tim seleksi calon komisioner yang tidak saja mensyaratkan kemampuan akademis tetapi memiliki kecerdasan emosional.

Pengamat komunikasi dari Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid, DR Algooth Putranto menilai tindakan oknum komisioner Komisi Informasi Pusat tersebut dapat diselesaikan dengan dua cara: Pertama, internal KIP harus membentuk Dewan Pengawas ataupun Dewan Etik. Kedua, negara bisa saja melakukan gugatan hukum terhadap tindakan perusakan aset negara.

"Jika diselesaikan secara etik, bisa dengan membentuk Dewan Etik KIP yang sudah pernah dilakukan 10 tahun lalu. Ketuanya mantan Ketua Mahkamah Agung, Harifin A. Tumpa dengan didampingi pihak independen dari kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat," tuturnya.

Menurut Algooth, jika diselesaikan secara internal maka Dewan Etik KIP yang dibentuk tersebut bersifat ad hoc untuk masa kerja yang telah ditentukan. Mereka memiliki kewenangan memanggil maupun memeriksa pihak-pihak yang diduga dan terkait pelanggaran kode etik, serta meminta data dari KIP terkait dugaan pelanggaran.

Dalam jangka waktu tersebut, Dewan Etik KIP memiliki kewenangan memutus jenis pelanggaran dan merekomendasikan sanksi apa yang akan diberikan. Rekomendasi ini kemudian disampaikan ke KIP dan akan diplenokan.

"Pada sisi lain, negara ataupun anggota dewan sebagai wakil rakyat dapat menindak aksi tidak terpuji oknum tersebut karena terkait perusakan aset negara dan sikap tidak baik. Bahkan ranah hukum bisa menjadi pilihan jalan keluar Ketika ada pihak yang merasa dirugikan ataupun terancam karena Tindakan tersebut," pungkas akademisi sekaligus mediator non hakim di PN Jakarta Pusat.

Tanggapan

Terpisah, menanggapi hal ini,Ketua KIP Dr Ir Donny Yoesgiantoro,MM,MPA mengatakan sebagai lembaga yang mengawasi keterbukaan informasi badan publik tentu KIP akan terbuka dan harus memberikan contoh positif, baik soal kerja-kerja yang dilakukan KIP maupun berbagai isu terkait kelembagaan.

Setiap Komisioner , lanjut dia, memiliki kewajiban yang sama dalam menjaga marwah Lembaga sebagai pengemban amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagai prinsip penyelenggaraan pemerintah yang demokratis, serta tentunya menjaga citra integritas kelembagaan.

Adapun , perbedaan pandangan pada dasarnya merupakan hal yang biasa dalam organisasi. Namun tentu seharusnya disampaikan secara bijak, baik dan terukur sesuai dengan etika kelembagaan.

"Sudah sewajarnya setiap tindakan yang kurang tepat dan memiliki konsekuensi etika ataupun hukum dari siapapun dalam kelembagaan harus disikapi sesuai aturannya," tandasnya

Hal ini penting , lanjut dia, karena KIP merupakan lembaga yg mendapat perhatian dan mengemban amanah publik, serta menjadi contoh bagi badan-badan publik, dan harus menjaga kredibilitas serta integritasnya.

Masih kata dia, sikap lembaga terkait persoalan ini ada dua, penyelesaian secara internal dan eksternal.

"Secara internal, kami akan mengembalikan persoalan ini ke fungsi pengawasan etika kelembagaan. Fungsi pengawasan dari awal saya bekerja sebagai Ketua KIP menjadi perhatian penting karena akan membantu lembaga dalam menjaga integritas dan kredibilitasnya" tegasnya lagi.

Dari fungsi ini diharapkan akan muncul putusan yang tepat untuk menjaga integritas dan kredibilitas KIP sebagai Lembaga publik. Sementara itu secara eksternal, KIP tentu akan mentaati proses hukum yang berlaku di negara ini bila memang ada pihak yang dirugikan.

Baca Juga: