Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sering blusukan dalam banyak kunjungan ke berbagai daerah, rasanya perlu memikirkan kembali sistem pengamanan, terkait dengan kasus penusukan Menko Polhukam Wiranto di lapangan Menes, Pandeglang, dua hari lalu. Pengamanan Presiden saat blusukan sering terlihat begitu longgar.

Dengan terjadinya penusukan pada Wiranto, Paspampres perlu merekonstruksi sistem pengamanan Presiden saat berkunjung ke daerah. Pengamanan kepada negara harus lebih ketat lagi. Sebab bukan tidak mungkin Presiden pun bisa menjadi target teroris untuk dijadikan korban berikutnya, setelah Wiranto.

Mantan Panglima ABRI itu ditusuk pasangan suami-istri, Abu Rara dan Fitri Andriana, saat berkunjung ke Menes, Pandeglang, Kamis (10/10) pukul 11.55 WUB di pintu gerbang Lapangan Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kabupaten Pandeglang, Banten. Tidak hanya Wiranto, Kapolsek Menes, Kompol Daryanto, juga menjadi korban. Kalau Wiranto ditusuk Abu Rara, maka Daryanto ditusuk Fitri pada bagian punggung. Fitri asal Brebes, Jateng, adalah istri Abu Rara, pendatang dari Medan, Sumut.

Memang kasus seperti penyerangan pada Wiranto ini boleh dikata belum pernah terjadi, walau zaman dulu ada yang pernah mengincar Soekarno di Jakarta. Di luar negeri juga pernah terjadi penembakan pada mendiang Paus (Santo) Yohanes Paulus II tanggal 13 Mei 1981 oleh Mehmet Ali Agca di Lapangan St Petrus, Vatikan. Ada empat peluru bersarang dalam tubuh Paus. Namun Paus mengampuni Ali, bahkan mengunjungi ke penjara.

Selama ini kalau ada kunjungan menteri ke daerah memang tidak ada pengamanan istimewa. Malahan boleh dikata tidak ada pengamanan. Orang terdekat menteri paling aspri atau sespri. Setelah itu, ditambah beberapa pejabat kementerian, kalau ada yang ikut. Selain itu, di tempat tujuan kunjungan juga tidak menyiapkan pengamanan. Paling kalau ada yang rombongan penjemputan.

Jadi, peristiwa penusukan Wiranto memang sangat dimungkinkan. Masih untung di situ ada Kapolsek Menes, Kompol Daryanto. Itu mungkin karena Wiranto, Menko Polhukam. Menteri-menteri lain tidak ada pengamanan.

Maka, kejadian penusukan pada diri Wiranto mesti menjadi pembelajaran terutama para pejabat yang banyak "berurusan" dengan terorisme pengamanannya mesti lebih ketat. Hal ini mungkin juga perlu diterapkan kepada para pejabat atau menteri lain karena bukan tidak mungkin mereka juga bisa menjadi target.

Setiap kunjungan ke daerah hendaknya menteri atau pejabat setingkatnya disediakan pengamanan yang cukup untuk menghindari penyerangan-penyerangan langsung seperti dialami Wiranto. Semua perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi daripada kecolongan. BIN yang mengaku telah mengikuti gerak Abu Rara dan Fitri selama tiga bulan saja kecolongan.

Di luar itu, kasus Menes juga membuka mata bahwa teroris masih banyak, meski terus ditumpas Densus 88. Pelaku yang merupakan suami-istri juga memperlihatkan bahwa modus pasangan sebagai pelaku teroris makin banyak. Pengeboman di gereja-gereja Surabaya beberapa waktu lalu juga dilakukan suami-istri, bahkan membawa anak-anak. Ini menunjukkan betapa luar biasa hebat orang yang bertugas mencuci otak, sehingga mampu meyakinkan pasangan suami-istri untuk mau menjalankan amaliah.

Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Dedy Pyasetyo, menjelaskan jaringan dua pelaku itu sangat luas mulai dair Bandung, Manado, Bekasi, dan seterusnya. Hal ini menjelaskan bahwa sel-sel teroris tetap hidup. Mereka berkomunikasi lewat media sosial. Menjadi tugas masyarakat dan aparat untuk tetap waspada. Jangan-jangan tetangga kita teroris.

Baca Juga: