Pemerintah perlu merombak pola pembangunan infrastruktur menjadi lebih padat karya serta melibatkan kontraktor kecil di daerah.

JAKARTA - Kebijakan pemerintah mengalihkan subsidi dengan membangun infrastruktur yang lebih produktif dinilai belum berpengaruh menekan kesenjangan antarwilayah karena dampaknya masih belum terasa signifikan. Karenanya, pemerintah diminta merombak pola pembangunan infrastruktur agar lebih padat karya serta melibatkan kontraktor kecil di daerah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengungkapkan selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, kesenjangan antarwilayah sudah bisa ditekan.

"Beragam kebijakan seperti pengalihan subsidi ke pembangunan infrastruktur yang lebih produktif bisa mendorong pembangunan konektivitas antara daerah," ungkapnya dalam konferensi pers tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK, di Jakarta, Selasa (17/10).

Darmin menyebutkan pengalihan subsidi banyak membantu memberikan manfaat lebih besar terhadap penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain diarahkan untuk membangun infrastruktur, subsidi itu juga dialihkan ke sektor pendidikan dan bantuan sosial (bansos).

Menurutnya, berkat terobosan pemerintah di sektor subsidi telah banyak manfaat yang diperoleh. Selain beban APBN yang kian berkurang beberapa sektor penting mengalami pertumbuhan yang positif seperti halnya tingkat kemiskinan, pengangguran, gini ratio.

Pemerintah menyebutkan tingkat kemiskinan, pengangguran hingga ketimpangan terus berkurang setiap tahunnya. Indeks gini ratio pada Maret 2017 sebesar 0,393 atau turun tipis dibandingkan September 2016 0,394.

Sementara itu, tingkat kemiskinan berada di posisi 10,64 persen per Maret 2017. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan posisi September 2017 sebesar 10,7 persen. Selain itu, tingkat pengangguran juga turun ke posisi 5,33 persen di Februari 2017 dari sebelumnya 5,61 persen pada Agustus 2016.

Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah melakukan penghematan pada anggaran subsidi. Itu menyasar ke subsidi bahan bakar minyak (BBM), listrik hingga LPG. Pada 2016 lalu, subsidi BBM dialokasikan sebanyak 14,06 juta kiloliter (KL) atau turun tipis dibandingkan periode 2015 sebanyak 14,90 juta kiloliter. Sementara alokasi subsidi di 2014 sebesar 46,79 juta KL.

Masih Timpang

Secara terpisah, Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudisthira, menilai kebijakan pengalihan subsidi belum efektif menekan kesenjangan antara wilayah. Buktinya, porsi produk domestik bruto (PDB) Jawa masih di atas 50 persen dibandingkan pulau lainnya, sementara angka kemiskinan di wilayah Indonesia bagian timur masih cukup tinggi.

Pengalihan subsidi ke infrastruktur juga tidak seluruhnya tepat untuk menurunkan kesenjangan. Buktinya, subsidi yang dicabut justru membuat kelas menengah ke bawah mengalami tekanan daya beli. "Contohnya adalah pencabutan subsidi listrik 900 VA. Angka kemiskinan di Maret malah naik 6.900 orang. Itu kan kontraproduktif," tegasnya.

Tak hanya itu, pembangunan infrastruktur juga ternyata tidak bisa dirasakan dampak positifnya dalam jangka pendek. Penyerapan tenaga kerja konstruksi turun 230 ribu orang di 2016. Sementara oversupply tidak terserap, pertumbuhan sektor industri logam dasar sepanjang 2016 tumbuh negatif.

Bima meminta di sisa dua tahun masa pemerintahan ini, pemerintah perlu merombak pola pembangunan infrastruktur. "Pembangunan harus lebih padat karya serta melibatkan kontraktor kecil di daerah," tutupnya. ers/E-10

Baca Juga: