HONG KONG - Pengadilan tinggi Hong Kong pada Senin (21/12) menyatakan bahwa keputusan pemerintah Hong Kong untuk menggunakan undang-undang darurat era kolonial bagi melarang pemakaian penutup wajah (masker/topeng) pada aksi protes tahun lalu adalah hal yang proporsional dan legal.
"Cakupan kekuasaan untuk membuat undang-undang tambahan di bawah ERO (ordonansi peraturan darurat) dalam situasi darurat atau dalam situasi bahaya publik, meskipun luas dan fleksibel, bukanlah inkonstitusional," demikian panel hakim memutuskan.
"Larangan penggunaan penutup wajah pada demonstrasi ilegal dan legal, adalah proporsional karena ditujukan untuk mencegah dan menghindari kekerasan sebelum aksi publik yang damai berubah menjadi kekerasan," imbuh panel hakim.
Putusan itu merupakan pukulan bagi para penyokong demokrasi yang berharap pengadilan banding akhir akan memihak pengadilan yang lebih rendah dan membatalkan perintah tersebut.
Walau sudah ditetapkan, namun konsekuensi praktis dari larangan ini tidak pasti mengingat pemerintah saat ini telah mewajibkan pengenaan masker di tempat umum untuk mencegah penyebaran pandemi virus korona.
Hong Kong diguncang oleh aksi protes prodemokrasi besar-besaran dan sering kali disertai dengan kekerasan selama tujuh bulan berturut-turut tahun lalu. Aksi demonstrasi itu sendiri akhirnya berhasil diredam setelah ada penangkapan massa atas alasan pelanggaran larangan berkumpul dan undang-undang keamanan nasional baru yang diberlakukan Tiongkok di Hong Kong pada Juni lalu.
Selama protes antipemerintah, banyak demonstran yang memakai penutup wajah untuk menyembunyikan identitas mereka dari pihak berwenang yang akan menuntut mereka dan untuk melindungi diri dari tembakan gas air mata.
Langgar Konstitusi
Pada Oktober tahun lalu, ketua eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, melarang siapa pun yang menutupi wajah mereka saat mengikuti aksi unjuk rasa dan menggunakan Undang-undang Peraturan Darurat yang merupakan undang-undang warisan era kolonial Inggris pada 1922.
Anggota parlemen oposisi menolak penggunaan undang-undang darurat itu dan larangan mengenakan penutup wajah pada aksi unjuk rasa yang telah mendapatkan izin.
Anggota parlemen oposisi dan aktivis prodemokrasi di Hong Kong lalu mengajukan uji materi terhadap undang-undang tersebut pada tahun lalu. Mereka menilai aturan itu telah melanggar konstitusi di Hong Kong.
Pengadilan yang lebih rendah telah setuju dengan mereka yang mengajukan gugatan dan menyatakan keprihatinan tentang undang-undang darurat dan proporsionalitas larangan pengenaan penutup wajah.
Tetapi pada Senin, panel hakim di pengadilan tinggi dengan suara bulat mendukung pemerintah dan mereka pun menegaskan bahwa kepala eksekutif Hong Kong, yang ditunjuk anggota parlemen pro-Beijing, memiliki kekuatan untuk memberlakukan undang-undang apa pun dalam keadaan darurat publik, tanpa memerlukan persetujuan dari badan legislatif kota yang sebagian dipilih oleh warga Hong Kong. AFP/I-1