Dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) yang menyesakkan, dokter Showkat Nazir harus mempertaruhkan nyawanya dalam melaksanakan tugasnya merawat pasien virus korona di sebuah unit perawatan intensif rumah sakit di India. Tugasnya kiat berat karena unit perawatan intensif itu tanpa dilengkapi pendingin udara (AC) sama sekali.

Bekerja berjam-jam dalam suhu yang bisa mencapai 40 derajat Celsius seperti yang dialami dokter Nazir bukanlah tugas yang ringan, apalagi saat ini tercatat hampir 100 dokter di India telah meninggal sejak pandemi virus korona dimulai.

"Mengenakan APD seperti itu pada suhu 40 derajat, pastinya sangat sulit. Saya pernah mengalaminya dan hal itu menyebabkan badan kita Anda basah kuyup," kata Wani, seorang dokter di Rumah Sakit Swasta Sharda di Greater Noida di luar New Delhi, India, yang bersimpati atas pengabdian rekan-rekan kerjanya. "Namun, (kami tetap mencoba) melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa para pasien," imbuh dia.

Wani, 29 tahun, pun menceritakan bahwa mengenakan APD rasanya sangat panas dan menyesakkan. "Tetapi kita harus memakainya untuk keselamatan kita sendiri," kata dia sembari bergegas untuk merawat seorang pasien yang berjuang mengatasi kegagalan fungsi paru-paru.

Laporan pandangan itu terjadi saat India pada Jumat (17/7) mencapai sejuta kasus virus korona. Angka kasus ini tertinggi ketiga di dunia dan hingga kini belum ada tanda-tanda kurva infeksi mencapai garis rata karena bermunculan kasus-kasus baru di daerah pedesaan dan lebih dari 25.000 orang telah meninggal secara nasional pada hari itu.

Saat ini India merupakan negara dengan anggaran perawatan kesehatan per kapita terendah di dunia. Staf yang bekerja di rumah sakit pemerintah saat ini digaji amat rendah serta keterbatasan fasilitas di rumah sakit membuat para pekerja medis amat rentan.

Rumah Sakit Sharda telah memberikan pengobatan gratis kepada pasien Covid-19 atas instruksi dari pemerintah negara bagian. Ini artinya fasilitas yang diberikan pihak rumah sakit pada pasien hanya sebatas pertolongan mendasar dan ada banyak pasien yang miskin yang mereka tampung.

Karena tidak ada AC, dokter dan perawat segera bermandi keringat. Karena mereka menggunakan APD dari ujung kaki hingga ujung rambut, keringat mereka tidak bisa menguap untuk mendinginkan tubuh mereka.

Karena untuk pergi ke toilet cukup merepotkan sebab berarti mereka harus melepas semua APD dan kemudian menggunakan APD baru, beberapa staf medis malah memilih untuk minum air secukupnya saja.

Tekanan Mental

Menurut Abhishek Deshwal, yang mengepalai unit perawatan intensif rumah sakit, mengatakan berdinas dalam kondisi panas seperti itu ketika mengenakan APD justru menyebabkan dua kali lipat stres bagi staf medis. "Walau begitu kami berusaha melakukan yang terbaik karena kami tidak punya pilihan lain," ungkap Deshwal.

Akibat besarnya tekanan, beberapa staf medis telah berhenti atau pergi cuti panjang sehingga memaksa pemerintah untuk mempekerjakan mahasiswa kedokteran dan bahkan staf yang sudah pensiun.

Wabah virus korona ini juga mempengaruhi hubungan mereka dengan keluarga, dan beberapa di antaranya mengaku telah terbebani secara mental. Wani, misalnya. Ia belum sempat menemui keluarganya yang tinggal di Kashmir, India, sejak wabah dimulai pada Maret lalu. Bertugas sebagai dokter jaga, ia pun harus siaga penuh selama 24 jam dan 7 hari, sehingga hampir tidak punya waktu untuk bersosialisasi.

Adegan dramatis serta setiap kematian terbayang-bayang dalam benaknya dan itu amat mempengaruhi dalam dirinya. "Pasien yang menderita Covid sering mengigau. Mereka menolak makan, menarik APD yang kami kenakan dan bahkan melakukan kekerasan terhadap kita," ungkap Wani.

"Namun saya berusaha tetap bersabar dengan mereka. Aku sering memegang tangan mereka untuk meyakinkan mereka karena mereka sendirian tanpa orang yang mereka cintai," pungkas dia. SB/AFP/I-1

Baca Juga: