JAKARTA - Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KaUPP) Kelas I Molawe Sulawesi Tenggara (Sultra) Capt. Kristina Anthon mendapat perlakuan tak menyenangkan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Sultra, pada Rabu, (6/9). RDP membahas dugaan pungutan liar atau pungli izin surat berlayar. Ia disiram air mineral oleh salah seorang demonstran yang hadir di rapat tersebut.
"Saya sangat menyayangkan tindakan penyerangan terhadap pejabat pemerintah dalam hal ini Kepala Syahbandar Molawe, yang dilakukan seorang demonstran itu," kata Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC),dalam keterangan persnya, Jumat (8/9),
"Tindakan tersebut tidak beretika apalagi hal tersebut terjadi saat dilakukan RDP dan dapat dikatakan mengganggu jalannya rapat, melanggar serta melawan hukum," lanjutnya.
Hakeng menjelaskan, Syahbandar, menurut UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 56, "adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran."
"Jadi, kapasitas Kepala Syahbandar Molawe datang ke DPRD adalah dalam Rangka menjalankan tugas yang diemban sesuai amanat UU. Saya juga sangat menyayangkan dalam RDP tersebut pihak keamanan internal terlihat tidak sigap sehingga keributan yang berujung penyiraman air pun terjadi," kata Hakeng.
Terkait penyiraman tersebut, Hakeng menduga masih ada hubungannya dengan penertiban pelabuhan tak berizin atau pelabuhan tikus yang dilakukan oleh Kepala Syahbandar Molawe Capt. Kristina.
Sebelumnya, Capt. Kristina melakukan inspeksi mendadak ke pelabuhan tikus beberapa waktu lalu. Dalam sidak tersebut, Capt. Kristina menemukan kegiatan ilegal pemuatan ke atas tongkang di pelabuhan yang tidak memiliki izin.
Hakeng mendukung langkah penertiban yang dilakukan Capt. Kristina tersebut, karena menurutnya sudah seharusnya dilakukan.
Hakeng juga menilai langkah anggota DPRD Sultra meminta penjelasan soal pungli izin surat berlayar di pelabuhan sebagai langkah postif, karena merupakan tugas DPRD untuk mendengar dan menangkap aspirasi rakyat.
Namun Hakeng mengingatkan anggota DPRD agar bersikap bijak mendudukkan permasalahan dan memberikan dukungan terhadap langkah yang dilakukan Kepala Syahbandar Molawe dalam menindak pelabuhan tak berizin dan kegiatan ilegal pemuatan bahan tambang ke atas tongkang, karena kegiatan tersebut sangat merugikan negara.
"Langkah para anggota DPRD dalam menginisiasi RDP terkait pungli patut didukung. Tapi saya juga berharap anggota DPRD memberikan fokus perhatian dalam hal penanganan kasus pelabuhan tak berizin dan kegiatan ilegal pemuatan ke kapal tongkang di wilayahnya. Justru penertiban kegiatan ilegal inilah yang patutnya di RDP-kan," katanya.
Ia juga mengingatkan tugas dan fungsi Syahbandar sebagaimana tertuang dalam UU No.17 tahun 2008 Pasal 209. "Dalam melaksanakan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 dan Pasal 208 Syahbandar mempunyai kewenangan antara lain, mengkoordinasikan seluruh kegiatan pemerintahan di pelabuhan; memeriksa dan menyimpan surat, dokumen, dan warta kapal; menerbitkan persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan; melakukan pemeriksaan kapal; dan menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar".
"Saya berharap langkah penertiban sesuai amanah Undang Undang yang dilakukan Kepala Syahbandar dalam menegakkan kebenaran, memberantas pungli, dan pelabuhan tak berizin mendapat dukungan dari pemerintah daerah, DPRD dan aparat berwenang lainnya. Hal ini demi bebasnya lingkungan pelabuhan dari pungutan liar, meningkatkan Profesionalitas, meningkatkan keselamatan pelayaran, dan meningkatkan pendapatan untuk daerah dan negara," katanya.