Amnesti Pajak Jilid II harus dibarengi dengan peningkatan integritas SDM dalam pemungutan pajak sehingga dapat meminimumkan kebocoran pemungutan pajak dan cukai secara berkelanjutan.

JAKARTA - Pemerintah perlu meningkatkan penerimaan negara pada 2022 dan menghindari kebocoran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Momentum pemulihan perekonomian perlu dioptimalkan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5-5,5 persen pada 2022 tercapai.

Pakar Ekonomi Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan perekonomian nasional pada 2022 diperkiralan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan catatan, tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19 secara besar-besaran setelah libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

"Hal penting untuk diantisipasi mulai saat ini dalam upaya penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah peningkatan penerimaan pajak dengan penegakan peraturan, pengawasan yang komprehensif agar potensi pajak yang ada dapat terealisasi secara optimal," ucap Suhartoko, di Jakarta, Selasa (4/1).

Selanjutnya, kata dia, adanya risiko kenaikan suku bunga internasional akibat divergensi pemulihan ekonomi, perlu disiapkan emisi obligasi ke depannya. Terkait Amnesti Pajak Jilid II melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS), dirinya berpandangan itu memang tidak akan menambah penerimaan pajak secara signifikan. Meski demikian, lanjutnya, langkah tersebut patut dihargai untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak ke depannya.

"Upaya ini (PPS) harus dibarengi dengan peningkatan integritas sumber daya manusia (SDM) dalam pemungutan pajak, sehingga dapat meminimumkan kebocoran pemungutan pajak dan cukai secara berkelanjutan," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan pelaksanaan APBN 2021 mencatatkan kinerja positif dan melebihi target. Realisasi pendapatan negara hingga 31 Desember 2021 mencapai 2.003,1 triliun rupiah atau sekitar 114,9 persen dari target APBN 2021. Capaian tersebut tumbuh 21,6 persen lebih tinggi dibandingkan APBN 2020 sebesar 1.647,8 triliun rupiah.

"Ini adalah suatu recovery dan rebound yang sangat kuat. Tahun ini masih ada pandemi yang memukul dengan Delta dan Omicron, namun kita masih bisa tumbuh di 21,6 (persen)," kata Menkeu.

Pajak Tumbuh

Lebih lanjut, Menkeu memaparkan realisasi sementara penerimaan pajak mencapai 1.277,5 triliun rupiah atau 103,9 persen dari target APBN 2021 sebesar 1.229,6 triliun rupiah. Capaian ini tumbuh 19,2 persen dari penerimaan pajak pada 2020 sebesar 1.072,1 triliun rupiah. "Jadi (penerimaan pajak) kita 47,9 triliun rupiah lebih tinggi dari target APBN," ujar Menkeu.

Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai 269 triliun rupiah atau 125,1 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2021 sebesar 215 triliun rupiah.

"Tahun lalu, (penerimaan) bea dan cukai mencapai 213 triliun rupiah dan relatif stabil, tapi tetap sedikit kontraktif, terutama untuk bea masuk dan keluarnya. Jadi, kalau sekarang tumbuh 26,3 persen, itu adalah suatu recovery yang luar biasa," kata Menkeu.

Di sisi lain, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) telah mencapai 452 triliun rupiah atau 151,6 persen dari target APBN 2021 sebesar 298,2 triliun rupiah. Realisasi ini tumbuh 31,5 persen dibandingkan tahun 2020 yang sebesar 343,8 triliun rupiah.

"Jadi, ini recovery-nya (pemulihannya) sudah jauh melebihi kontraksi tahun lalu. Jangan lupa, tahun ini kita masih ada Covid dan capaian ini juga lebih tinggi dari tahun 2019 pre-Covid level," ujar Menkeu.

Baca Juga: