YANGON - Para diplomat mengatakan bahwa junta Myanmar yang baru berusia 15 bulan, mengalami penurunan peringkat diplomatik karena sejumlah negara Barat dan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara menahan penunjukan duta besar dari negara mereka.

Kecenderungan penahanan ini semakin mencolok setelah junta dijauhi oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean), yang mengadakan pertemuan puncak pekan lalu dengan Amerika Serikat (AS) di Washington DC, di mana delegasi Myanmar diwakili oleh kursi kosong yang melambangkan penolakan terhadap kudeta Februari 2021.

Kementerian Luar Negeri Australia mengatakan dalam sebuah pernyataan pada 16 Mei lalu bahwa Australia telah menunjuk seorang pejabat senior untuk menggantikan duta besarnya di Myanmar, Andrea Faulkner, yang telah menyelesaikan masa jabatannya bulan lalu.

Inggris juga menurunkan hubungannya dengan Myanmar dari tingkat duta besar ke tingkat kuasa usaha pada Agustus 2021. Junta menegaskan bahwa mereka tidak bisa diterima dan Duta Besar Inggris, Pete Vowles, yang pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis, dilarang masuk kembali ke negara itu pada Februari 2022 .

"Inggris memiliki kebijakan dan praktik lama untuk mengakui negara, bukan pemerintahan,"ucap Stephen Small, staf penghubung kedutaan Inggris. "Kami terlibat dengan junta hanya jika benar-benar diperlukan untuk menyampaikan tujuan politik, pembangunan dan kemanusiaan kami serta untuk fungsi kedutaan kami," imbuh dia.

Tak Akui Junta

Vowles tiba di Myanmar pada Agustus 2021, tujuh bulan setelah kudeta, dan menolak menyerahkan surat kepercayaannya kepada junta. Pada April rezim militer mengatakan kepada kedutaan bahwa mereka tidak akan menerima dia sebagai duta besar lagi.

Selain Australia dan Inggris, Jerman juga telah menurunkan perwakilannya di Myanmar, kata staf pers kedutaan, Markus Lubawinski.

"Saya dapat mengonfirmasi bahwa Kedutaan Besar Jerman di Yangon, tempat kami melanjutkan pekerjaan kedutaan kami, dipimpin oleh seorang kuasa usaha," tulis dia lewat email.

"Penurunan dari tingkat duta besar menjadi kuasa usaha, dalam istilah awam, merendahkan," kata Kyaw Swa Tun, sekretaris ketiga di Kedutaan Besar Myanmar di Washington DC yang bergabung dengan oposisi setelah kudeta.

"Saat ini, sebagian besar negara, termasuk Eropa, telah menurunkan status mereka dalam berurusan dengan rezim. Ini juga menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui junta dan dengan demikian, peran junta diturunkan," imbuh dia.

Min Zaw Oo, direktur eksekutif Institut Perdamaian dan Keamanan Myanmar mengatakan negara-negara menurunkan tingkat perwakilan diplomatik mereka untuk menghindari pandangan buruk dalam mengakui junta.

"Ketika seorang duta besar masuk, dia harus diakui secara resmi oleh kepala negara. Jadi, mereka tidak ingin publisasi yang menggelegar di surat kabar yang menunjukkan pemimpin junta saat ini menerima duta besar baru mereka," imbuh dia.

Sumber-sumber diplomatik di Yangon mengatakan Denmark, Italia, Israel dan Korea Selatan sedang mempertimbangkan untuk menurunkan tingkat perwakilan mereka.

Sementara AS, Uni Eropa dan Jepang, bagaimanapun, mempertahankan duta besar di kedutaan mereka di Yangon. Sedangkan di antara negara-negara Asean, baru Malaysia yang menarik duta besarnya April lalu, sementara Brunei dan Filipina belum menunjuk duta besar untuk Myanmar. SB/RFA/I-1

Baca Juga: