Bak film koboi, baru saja terjadi di RM Cafe, Cengkareng, Jakarta Barat, satu pelaku menewaskan tiga korban dan satu luka berat. Para korban adalah anggota TNI AD (S), FSM sebagai waiters RM Cafe, dan M bekerja sebagai kasir kafe, sedangkan satu korban luka, H, adalah Manajer RM Cafe.

Sedangkan pelakunya yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalahBripka CS. Dia bertugas di Polsek Kalideres yang berada di bawah hukum Polres Jakarta Barat. Lepas dari kasus penembakan itu sendiri, ada sejumlah kejanggalan di seputar kejadian Kamis (25/2) dini hari tersebut.

Salah satunya adalah RM Café itu sendiri yang ternyata sangat membandel. Betapa tidak, kafe ini sudah dua kali dikenai sanksi karena melanggar protokol kesehatan. Restoran harus tutup pukul 20.00, ini masih buka sampai 04.00

"Cafe RM sudah dua kali kita tindak karena melanggar protokol kesehatan," kata Kasatpol PP Jakarta Barat, Tamo Sijabat. Kafe ditutup 1 x 24 jam. Karena pengelola membandel, ditindak lagi. Dia ditutup dan didenda lima juta rupiah.

Namun, sanksi-sanksi tersebut ternyata tidak membuat jera pengelola dan ada semacam melecehkan karena terus buka hingga pagi. Nyatanya masih buka hingga pukul 04.00. Rasanya perlu diberi sanksi lebih berat, misalnya, ditutup dalam waktu lama atau selamanya, guna memberi efek jera kepada pebisnis lain.

Sebab, ini jelas-jelas melawan hukum dan memperlihatkan tidak peduli kerja keras pemerintah memerangi Covid-19. Pengabaian protokol kesehatan dan membandel sudah menjadi bukti kuat untuk tindakan sanksi yang lebih menjerakan tadi.

Kejanggalan lain, mengapa ada anggota TNI aktif menjadi petugas keamanan di sebuah kafe? Apakah langkah ini dibenarkan dalam aturan, inisiatif sendiri, atau penugasan atasan? Ini juga perlu diperjelas agar tidak terjadi di tempat lain, kalau memang tidak prosedural.

Selaku anggota TNI AD, seharusnya S mengingatkan pengelola untuk tutup pukul 20.00. Anggota TNI AD jelas mengetahui pemberlakukan pembatasan kegiatan mikro. Dia juga salah karena malah menjadi petugas keamanan, bukan mengingatkan untuk menutup pada sore hari.

Kemudian, mengapa Bripka CS minum-minum sampai begitu mahal? Apa yang diminum? Biaya minum sampai 3,3 juta rupiah lebih jelas terlalu mahal untuk jabatan seorang Bripka. Banyak menduga, CS itu mabuk. Jelas amat berbahaya seorang (petugas) mabuk membawa senjata. Mabuk tak mampu mengontrol diri. Maka terjadilah penembakan tersebut.

Ini menjadi pekerjaan Polri agar melarang seluruh anggota mabuk-mabuk alias minum-minuman keras. Jika kasus Bripka CS tidak dijadikan pelajaran, maka akan ada polisi-polisi di masa depan juga menembak orang dalam keadaan mabuk.

Di tengah kondisi pandemi, semestinya semua mengerem diri. RM Café sudah jelas tidak mampu mengendalikan diri, terbukti buka sampai dini hari, walau sudah diberi sanksi-sanksi karena melanggar.

Jadi, ada pekerjaan berat Polri, TNI AD, dan Pemkot Jakbar untuk memberi sanksi tegas pada RM Café

Baca Juga: