Kurang tidur tidak hanya menimbulkan rasa lelah dan gelisah, tetapi juga dapat memicu beberapa masalah kesehatan kronis, termasuk diabetes, penyakit jantung, dan depresi. Menurut sebuah penelitian, lansia yang kurang tidur nyenyak berisiko lebih tinggi terkena demensia.

Tidur nyenyak atau tidur gelombang lambat adalah tahap yang penting untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi tubuh. Seseorang biasanya mengalami tidur nyenyak dalam waktu satu jam setelah tertidur, dan durasinya cenderung berkurang seiring berjalannya malam.

Menurut sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam Jama Network mengungkapkan bahwa bagi orang yang berusia di atas 60 tahun, kurang tidur nyenyak 1 persen dalam setahun dapat meningkatkan risiko demensia sebesar 27 persen.

"Tidur gelombang lambat, atau tidur nyenyak, mendukung otak yang menua dengan berbagai cara, dan kita tahu bahwa tidur meningkatkan pembersihan sisa metabolisme dari otak, termasuk memfasilitasi pembersihan protein yang terkumpul pada penyakit Alzheimer," kata pemimpin penelitian Matthew Pase, seorang profesor di Monash School of Psychological Sciences, dikutip dari Medical Daily, Rabu (1/11).

"Namun, sampai saat ini, kami tidak yakin akan peran tidur gelombang lambat dalam perkembangan demensia. Temuan kami menunjukkan bahwa kehilangan tidur gelombang lambat mungkin merupakan faktor risiko demensia yang dapat dimodifikasi," tambah Pase.

Meskipun penelitian ini belum mengevaluasi bagaimana kehilangan tidur menyebabkan demensia, para peneliti percaya bahwa meningkatkan atau mempertahankan tidur nyenyak berpotensi membantu lansia menunda timbulnya demensia.

Para peneliti mengamati 346 partisipan yang berusia di atas 60 tahun, yang menyelesaikan dua studi tidur semalam, dari tahun 1995 hingga 1998 dan 2001 hingga 2003. Terdapat jarak rata-rata lima tahun antara kedua penelitian tersebut.

Para peneliti mengamati penurunan tidur nyenyak di antara kedua penelitian, yang biasanya dikaitkan dengan penuaan. Para peserta ditindaklanjuti untuk demensia sejak akhir studi tidur kedua hingga 2018.

"Bahkan setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, kelompok, faktor genetik, status merokok, penggunaan obat tidur, penggunaan antidepresan, dan penggunaan ansiolitik, setiap persentase penurunan tidur nyenyak setiap tahun dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 27 persen," ujar para peneliti dalam sebuah pernyataan.

Sebagai informasi, demensia adalah kondisi neurologis yang umumnya terjadi pada lansia dan ditandai oleh penurunan kemampuan kognitif dan fungsi otak. Lansia yang mengalami demensia mungkin mengalami gejala seperti penurunan daya ingat, kesulitan berpikir secara jelas, perubahan perilaku, dan masalah dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Ini adalah masalah yang signifikan dalam perawatan lansia, karena dapat mengganggu kualitas hidup mereka dan mempengaruhi keluarga dan perawat mereka.

Baca Juga: