Tak hanya bagi kesehatan mental dan fisik, pandemi Covid-19 juga terbukti berdampak pada perubahan kepribadian seseorang.

Dalam jurnal bertajuk Differential personality change earlier and later in the coronavirus pandemic in a longitudinal sample of adults in the United States yang diterbitkan pada PLOS ONE, para peneliti mengungkap pandemi Covid-19 berpotensi berdampak pada kepribadian yang mencakup cara berpikir, perasaan, dan perilaku yang lebih umum.

Walau telah banyak penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa peristiwa stres pribadi dapat dikaitkan dengan perubahan kepribadian, psikolog telah gagal menemukan hubungan antara peristiwa stres kolektif, seperti gempa bumi atau angin topan, dan perubahan kepribadian. Sebuah studi yang meneliti perubahan kepribadian dari sebelum dan setelah gempa 2011 di Christchurch, Selandia Baru, misalnya, tidak menemukan perubahan apapun termasuk pada neurotisisme, yakni kecenderungan untuk mengalami emosi negatif dan kerentanan terhadap stres yang umumnya ditemukan meningkat setelah peristiwa stres pribadi. Selain itu, dalam sampel yang diukur dua kali setelah terpapar Badai Harvey, tidak ada bukti perubahan pada tingkat rata-rata, bahkan bagi peserta dengan paparan paling banyak.

Hal ini kian berbeda dalam ranah dampak pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak 2020. Penelitian kolaborasi Florida State University College of Medicine, United States of America dan University of Montpellier, Prancis itu memperlihatkan kerugian yang dialami atau sekadar keterasingan sosial selama pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah berdampak pada perubahan kepribadian seseorang. Berbeda dengan bencana alam yang cenderung terbatas pada wilayah geografis, pandemi Covid-19 telah mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan di seluruh dunia.

Menggunakan penilaian kepribadian dari 7.109 orang yang terdaftar dalam Understanding America Study yang telah diulang pada berbagai waktu sebelum dan selama pandemi Covid-19, para peneliti menduga bahwa neurotisisme akan meningkat karena stres terkait pandemi dan ketakutan serta ketidakpastian yang menyertainya akan menyebabkan lebih banyak perasaan ketidakstabilan emosional. Peserta lantas diberi tes kepribadian yang digunakan secara luas yang mengukur lima ciri, yakni neurotisisme, ekstraversi atau kecenderungan untuk banyak bicara, keterbukaan mencakup kecenderungan untuk menjadi kreatif dan tidak konvensional, keramahan, dan kesadaran atau kecenderungan untuk terorganisir, disiplin, dan bertanggung jawab.

Menariknya, selama fase awal pandemi Covid-19 sekitar Maret hingga Desember 2020, kepribadian relatif stabil dengan hanya sedikit penurunan neurotisisme dibandingkan dengan sebelum pandemi. Meskipun mengejutkan, ini konsisten dengan bukti anekdotal bahwa kecemasan, yang merupakan salah satu aspek inti dari neurotisme, menurun di awal pandemi di antara individu yang biasanya menderita kecemasan. Ketua penelitian Angelina menjelaskan penurunan neurotisisme terjadi karena Covid-19 "memberikan alasan" untuk perasaan cemas dan membuat orang cenderung tidak menyalahkan watak mereka sendiri.

"Meskipun pandemi membuat stres semua orang, itu mengganggu tugas normatif masa dewasa muda (30-64 tahun), seperti sekolah dan transisi ke dunia kerja dan bersosialisasi dan mengembangkan hubungan (...) ini spekulatif karena kami tidak mengukur alasan perubahan," bunyi jurnal penelitian.

Walau begitu, pengurangan neurotisisme telah menghilang pada paruh kedua pandemi Covid-19 atau periode 2021-2022, dan digantikan dengan penurunan ekstraversi, keterbukaan, keramahan, dan kesadaran dibandingkan kepribadian sebelum pandemi. Perubahannya sekitar sepersepuluh dari standar deviasi, setara dengan ukuran fluktuasi yang biasanya terlihat selama satu dekade kehidupan.

Negatifnya, orang dewasa yang lebih muda atau berusia 18-30 tahun menunjukkan kedewasaan yang terganggu karena meningkatnya neurotisisme dan mengalami penurunan dalam keramahan dan kesadaran. Bukti saat ini menunjukkan sedikit penurunan neurotisme di awal pandemi berumur pendek dan perubahan merugikan pada sifat-sifat lain muncul seiring waktu. Jika perubahan ini bertahan lama, para peneliti meyakini bukti ini menunjukkan bahwa peristiwa stres di seluruh populasi dapat sedikit mengubah kepribadian, terutama pada orang dewasa di bawah 30 tahun.

"Orang dewasa yang lebih muda menjadi lebih murung dan lebih rentan terhadap stres, kurang kooperatif dan percaya, dan kurang terkendali dan bertanggung jawab," bunyi jurnal penelitian tersebut.

Baca Juga: