JAKARTA - Peneliti Greenpeace Indonesia Talitha Aurellia Alfiansyah menyoroti kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir di Indonesia termasuk di wilayah Jakarta, sehingga langkah mitigasi perlu dilakukan dalam aksi penanganan krisis iklim yang berkeadilan.

"Aksi iklim berkeadilan harus dilakukan, karena dampak krisis iklim itu terbukti pada penelitian-penelitian sebelumnya dan juga penelitian pada 2020, dirasakan tidak proporsional," kata Talitha dalam diskusi yang diadakan di Jakarta, Selasa (24/9)

Secara khusus dia merujuk kepada penelitian yang dipublikasikan lembaga nirlaba Oxfam bahwa selama 1990-2015 sebanyak 10 persen orang terkaya dunia bertanggung jawab atas 52 persen emisi karbon global dibandingkan 50 persen penduduk termiskin hanya menyumbang 7 persen emisi.

Dia juga menjelaskan bahwa wilayah perkotaan sangat rentan terhadap fenomena pemanasan global yang terjadi, termasuk di Jakarta secara khusus wilayah pesisir di utara.

Menurut dia, hasil riset mereka memperlihatkan wilayah paling berat mengalami dampak krisis iklim di Jakarta justru merupakan daerah yang ditinggali oleh masyarakat miskin kota atau dikenal dengan istilah urban poor.

Padahal, mereka merupakan kelompok yang paling sedikit menyumbangkan emisi gas rumah kaca (GRK), faktor utama penyebab krisis iklim. Hal tersebut membuktikan bahwa tanggung jawab krisis iklim tersebut ditanggung secara tidak adil oleh masyarakat miskin sehingga menjadikan mereka kelompok paling rentan terhadap dampak krisis iklim.

"Aksi upaya mitigasi dan adaptasi pesisir iklim di Jakarta itu penting untuk dilakukan dan juga sebenarnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu telah membuat beberapa langkah dan juga menciptakan beberapa pembicaraan untuk mengatasi risiko iklim ini sendiri," katanya.

Beberapa aturan tersebut termasuk Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon yang Berketahanan Iklim (RPRKD), meskipun dia menilai masih ada kelemahan dalam pelaksanaannya. Ant/I-1

Baca Juga: