Pemerintah masih memperbolehkan konsumen belum terdata membeli elpiji 3 kg setelah mendaftar on the spot di subpenyalur atau pangkalan resmi.

JAKARTA - Pemerintah mengubah aturan dengan menggeser penyaluran elpiji subsidi dari berbasis komoditas ke penerima manfaat. Per 1 Januari 2024, hanya pengguna terdaftar yang diperbolehkan membeli elpiji 3 kg. Status data bisa diperiksa melalui nomor induk kependudukan (NIK) di KTP.

Penyesuaian data konsumen elpiji 3 kg berbasis sistem Merchant Apps Lite (MAP Lite) tersebut dijaring sejak 1 Maret 2023, termasuk data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) desil 1-7.

"Sistemnya sudah siap. Sebanyak 189,2 juta NIK sudah terdaftar dan terverifikasi 31,5 juta NIK," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Mustika Pertiwi, menambahkan pemerintah masih memperbolehkan konsumen belum terdata membeli elpiji 3 kg setelah mendaftar on the spot di subpenyalur atau pangkalan resmi.

Kementerian ESDM juga mengusulkan pengecer bisa diangkat menjadi subpenyalur. "Diatur saja jaraknya, misal tiap satu kilometer itu, ada satu pangkalan," sambungnya.

Mustika mengatakan model pendataan sebaiknya dilakukan di subpenyalur/ pangkalan resmi, sehingga tidak sampai ke pengecer. Apalagi, kerap kali pengecer membeli dalam jumlah besar, yang memungkinkan semua pembeli tidak terekam datanya.

Agar kebijakan ini lebih aplikatif, lanjutnya, pemerintah bersama PT Pertamina Patra Niaga gencar sosialisasi, termasuk memberikan pelatihan kepada petugas di lapangan.

"Mereka akan dibekali software sederhana di telepon selular (HP) untuk mendata pembeli elpiji. Keterlibatan badan usaha dalam menjaga kebijakan telah diatur dalam Surat Keputusan Dirjen Migas. Pemerintah pun meminta Pertamina mengawal kebijakan sampai ke konsumen akhir," sebut Tutuka.

Sesuai Data Akurat

Menanggapi perubahan aturan tersebut, ekonom energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmi Radhi mengaku setuju subsidi energi harus diatur sehingga penerima manfaatnya sesuai data akurat by name by address. Mekanisme pedistribusian subsidi, termasuk elpiji harus sesuai manfaat dan jangan memberatkan kalangan masyarakat bawah.

Namun jangan sampai menyulitkan penerima manfaat. Dengan membatasi penyalur maka dipastikan setiap hari masyarakat penerima manfaat harus mengantre panjang.

Fahmi memberi contoh untuk elpiji 3 kg yang digunakan untuk kalangan bawah sebagai alat produksi, membuat jajanan atau untuk jualan sayur matang. "Ini semua soal rumah tangga miskin dan usaha harian sangat mikro," kata Fahmi.

Sebaiknya pemerintah menggunakan data yang ada untuk membuat mekanisme yang lebih fleksibel. Misalnya, dengan membuat kartu penerima manfaat dengan barcode dan membatasi pembelian elpiji 3 kg sebulan 4 kali. Adapun pembelian elpiji tidak diubah dan mempertahankan warung-warung kecil penyedia elpiji 3 kg yang selama ini sudah ada.

"Hanya saja kalau mau membeli ya di-scan barcode oleh penjualnya. Warung-warung kecil kan punya HP semua. Jadi tidak mengubah kebiasaan selama ini, tetap memudahkan dan tidak menghalangi orang kecil berusaha," papar Fahmi.

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Imron Mawardi, mengatakan, penyelewengan dan distribusi salah sasaran sangat terbuka dalam program subsidi kebutuhan pokok seperti elpiji. Untuk itu pemerintah harus menggunakan formulasi distribusi yang tepat terkait calon penerima, pengawasan, dan mekanisme pembagian.

"Potensi penyelewengan hampir pasti akan terjadi mengingat terdapat disparitas harga yang cukup besar pada setiap program bersubsidi pemerintah. Maka dari itu harus ada pengawasan yang kuat supaya jangan sampai terjadi kecurangan atau penyalahgunaan," kata Imron.

Fahmi dan Imron mengatakan ini menanggapi apa yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif. Arifin mengatakan pemerintah mengatur secara ketat pendistribusian elpiji bersubsidi agar diterima sesuai penerima manfaat yakni rumah tangga miskin, usaha mikro dan kecil (UKM), nelayan, dan petani sasaran.

"Harus ada kebijakan pemerintah bagaimana bisa mengoptimalkan subsidi ini diterima dengan baik untuk masyarakat," kata Arifin dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (21/1).

Baca Juga: