Oleh Monica Amilisa P

Semua telah memahami dengan baik bahwa keluarga menjadi kunci pendidikan anak. Dia menjadi tiang utama pendidikan awal putra-putri. Orang tua adalah pihak yang bertanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai luhur agar di masa depan anak menjadi berkepribadian adiluhung. Ayah-ibu adalah pendidik pertama sebelum anak-anak terjun ke masyarakat atau sekolah formal.

Malahan, nilai-nilai sebagaimana mestinya pertama kali disampaikan di dalam keluarga. Untuk itu, kedua orang tua sungguh menjadi pilar. Ayah-ibu adalah pribadi-pribadi yang bertanggung jawab menyampaikan nilai-nalai tadi. Kejujuran, cinta kasih, keadilan, hormat kepada mereka yang lebih tua dan sopan santun adalah contoh-contoh nilai yang harus ditanamkan orang tua kepada anak-anak mereka. Selain tentu saja, tepo seliro, tidak sombong, tidak adigang-adigung. Pokoknya, seluruh nilai positif menjadi tanggung jawab dan kewajiban orang tua untuk menanamkan ke dalam hati anak-anak.

Hal-hal tersebut membawa konsekuensi di mana orang tua harus lebih dulu memiliki dan menjalankan nilai-nilai tersebut. Dengan kata lain, ayah-ibu harus memberi contoh alias teladan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus mengaplikasikan nilai-nilai dalam napas setiap hari baik di dalam rumah, lingkungan sekitar, kantor, maupun tempat lain.

Mereka harus mampu menjadi panutan putra-putri. Sebab, anak kecil hanya mengikuti yang mereka liat. Mereka masih belum mampu mencerna. Mereka masih sebatas meniru. Orang tua berbuat dan berkata A, biasanya anak juga akan begitu, ketika masih kecil. Di sini berarti orang tua adalah segala-galanya bagi anak-anak. Mereka guru, teladan, serta panutan. Apa yang dimiliki orang tua tercurah untuk anak.

Masalahnya, kini banyak orang tua yaitu ayah dan ibu justru menjadi koruptor. Padahal korupsi adalah kejahatan luar biasa. Korupsi berarti mengambil yang bukan haknya. Pasangan suami istri banyak yang ditahan dan dijebloskan ke penjara karena kejahatan korupsi. Ini adalah kejahatan yang tak terampuni karena korupsi memiskinkan rakyat. Uang yang seharusnya untuk kepentingan rakyat ditilep masuk kantong sendiri.

Bahkan, orang tua yang tertangkap korupsi tersebut bukan hanya "ayah-ibu" anak-anak di rumah, tetapi juga "orang tua" untuk masyarakat luas karena di antara mereka banyak yang menjadi pejabat publik. Mereka seharusnya menjadi contoh masyarakat. Namun sayang, contoh yang diberikan adalah keburukan, bahkan kejahatan. Banyak kepala daerah baik bupati, wali kota, atau gubernur di mana suami-istri menjadi tersangka kasus korupsi. Sekadar contoh mantan Gubernur Sumut, Gatot, bersama istri tersangkut korupsi. Kemudian, Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, dan istrinya, Lili Martiani Maddari, serta masih banyak lagi.

Mengkhawatirkan

Kasus-kasus di mana ayah-ibu menjadi penjahat korupsi tentu mengkhawatirkan masa depan pendidikan karakter anak-anak. Nilai-nilai apa yang akan diberikan oleh kedua orang tua yang menjadi tersangka, terdakwa, atau narapidana kasus korupsi? Anak melihat bahwa kedua orang tua mereka ternyata bukan contoh yang baik.

Lalu, kepada siapa putra-putri harus menimba keteladanan hidup. Inilah yang tidak dipikirkan para koruptor, apalagi yang menjadi pejabat publik. Kalau orang tua ditangkap karena korupsi yang hancur bukan hanya para pelaku, tetapi juga terutama anak-anak dan kerabat. Inilah yang mestinya menjadi pertimbangan sebelum para pejabat bertindak korup.

Sang pendidik utama jatuh ke dalam dosa besar. Mereka yang seharusnya menanamkan nilai-nilai malah mengingkarinya bahkan terjerumus ke dalam kejahatan. Inilah wajah sebagian kecil orang tua. Semoga saja masyarakat belajar banyak dari kondisi demikian karena anak-anak sangat memerlukan orang tua yang baik hati dan jujur.

Kejujuran menjadi dasar fundamental untuk berbagai nilai lainnya. Jika tidak ada kejujuran, rasanya sulit menemukan kesejatian hidup. Jujur terberat adalah jujur pada diri sendiri. Sebab jujur pada diri sendiri berarti hanya Tuhan yang mengetahui. Jujur pada diri sendiri hanya suara hatinya yang mengerti. Siapa berani jujur pada diri sendiri, hampir pasti juga jujur pada orang lain.

Sayang, banyak pejabat yang tidak mau belajar dari rekan-rekan sejawat yang lebih dulu ditangkap KPK karena korupsi, sehingga dirinya juga menjadi pesakitan lembaga pemberantas korupsi tersebut. Semestinya, jangan membuat malu anak-anak dan kerabat. Caranya dengan hidup jujur. Gaji dan kekayaan umumnya pejabat sudah lebih dari cukup dibanding rakyat kebanyakan.

Jadi, kunci menghindari korupsi adalah hidup sederhana. Hindari gaya hidup glamour karena itu akan memicu keinginan berkorupsi. Juga tidak perlu iri dengan kekayaan orang lain. Rezeki yang diberikan Tuhan kepada tiap manusia lebih dari cukup. Jadi jangan ingin menjadi orang lain (terutama yang lebih kaya). Bibit-bibit seperti itu hanya akan mendorong untuk bertindak korup.

Harus ada gerakan hidup sederhana di kalangan pejabat. Jangan terus merasa tidak cukup penghasilannya. Jangan terus menuntut tunjangan-tunjangan lebih tinggi lagi dan lagi. Lihatlah ke bawah. lihatlah masyarakat yang harus berjuang setengah mati untuk memperoleh sesuap nasi. Mari hidup sederhana.

Penulis aktivis sosial kemasyarakatan

Baca Juga: