Penyaluran KIP segera dievaluasi. Jika pencairannya belum optimal juga, Kemendikbud mendorong agar pencairan melalui koperasi sekolah.

SAWANGAN - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, membuka peluang pencairan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) melalui koperasi sekolah. Tahun ini, pemerintah akan melakukan penyaluran KIP untuk 17,927 juta siswa dengan jumlah anggaran sebesar 9,6 triliun rupiah.

"Kami akan berkoordinasi dengan bank mitra KIP. Mereka katanya akan meminta agennya yang disebut laku pandai untuk proaktif. Tahun ini kami akan evaluasi. Kalau belum optimal juga pencairannya maka kami akan mendorong agar bisa cair melalui koperasi sekolah," kata Mendikbud, Muhadjir Effendy, pada acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2018 yang juga dihadiri Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di Sawangan, Jawa Barat, Rabu (7/2).

Mendikbud menjelaskan pencairan KIP pada 2016 dan 2017 berbeda sistemnya. Untuk pencairan KIP pada 2016 dilakukan secara tunai, sementara untuk 2017 tidak tunai. Jadi, dana KIP tersebut langsung turun ke rekening siswa. "Ada juga siswa yang tidak mau mengambil uangnya karena alasan ingin ditabung," katanya.

Kendati demikian, Mendikbud mendorong agar bank mitra untuk proaktif dan menghubungi siswa penerima KIP karena dikhawatirkan siswa tidak mengetahui tata cara pengambilannya. "Faktor uang tersebut belum terlambat. Kami akan berkoordinasi dengan bank," katanya.

KIP merupakan program pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak usia 6 sampai dengan 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah serta mendukung pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal/ Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun.

Anggaran Pendidikan

Sementara itu, Wapres Jusuf Kalla mengatakan anggaran yang dikeluarkan untuk fungsi pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tersebar di sejumlah kementerian telah mencapai 440 triliun rupiah. Namun, jumlah tersebut belum juga mampu membawa perubahan signifikan pada wajah pendidikan nasional.

"Pertanyaannya kenapa dengan anggaran yang naik terus setiap tahun itu pun kita belum mengalami kenaikan yang signifikan dibanding negara lain. Bahkan, Vietnam tingkat pendidikannya lebih tinggi dari Indonesia dari sisi mutu," kata Wapres.

Dalam kesempatan itu, Kalla juga mengkritisi perkembangan pendidikan vokasi yang dinilai belum ideal. "Masalah vokasi itu tidak memiliki paham bahwa yang sangat penting itu skill," jelasnya.

Pemerintah berharap memperbanyak SDM yang menguasai skill, dengan mengembangkan SMK di manamana. Namun di sisi lain, kesiapan guru SMKnya juga masih rendah.

Menjawab kritikan Wapres, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menjelaskan, ketika pemerintah mencanangkan pendidikan vokasi, terutama SMK sampai turunnya Inpres 7/2009 sebenarnya ada prasyarat SMK yang tidak terpenuhi yaitu ketiadaan guru, terutama di empat bidang prioritas pembangunan, seperti kelautan, pertanian, industri kreatif, dan wisata.

"Tidak ada PT (perguruan tinggi) yang membuka prodi empat jurusan. Guru SMK juga banyak yang tidak kompeten, lebih banyak yang adaptif dan normatif, dan kurang guru produktif," papar Muhajdir.

Untuk itulah, kata Muhadjir, mengapa program guru keahlian ganda lahir. "Saya sampaikan kepada Presiden ada solusi jangka pendek maka lahirlah keahlian ganda. Ini ibarat balsem yang menangani sakit sementara sambil menunggu Inpres agar ada percepatan," tegas mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Berkaitan dengan guru, kata Muhadjir, problem yang ditemui juga sama. "Ketika mereka pensiun tidak diimbangi guru baru, dan ketika ada penambahan, sekolah tidak ada pengangkatan untuk memenuhi kebutuhan," pungkas Muhadjir. cit/E-3

Baca Juga: