Nilai valuasi program pensiun dini PLTU jangan sampai terlalu tinggi karena dana transisi energi bisa dipakai untuk investasi di EBT.

JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai penawaran program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara masih sangat overvalue. Sebagai contoh, kerja sama dengan kerangka ETM-ADB untuk pensiun dini PLTU Cirebon 1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW) dihitung memiliki umur operasional 40-50 tahun.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira, mengingatkan, dalam jangka panjang, aset PLTU batu bara, termasuk strandedasset ataubaset yang nilainya terus turun. "Jangan sampai program pensiun dini PLTU nilai valuasinya terlalu tinggi, karena dana transisi energi bisa dipakai untuk investasi di EBT," tegasnya di Jakarta, Selasa (29/11).

Menurut Bhima, pembagian dana kebutuhan pensiun dini PLTU dengan investasi energi baru dan terbarukan (EBT) harus berimbang. Karena itu, perlu dicermati beberapa persoalan yang bersifat teknis terkait nilai pendanaan transisi energi yang mencapai 250-300 juta dollar AS melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).

Karena bentuk JETP adalah pinjaman, maka menurutnya perlu ada transparansi terkait proyek yang akan didanai secara rinci kepada publik. "Peran keterlibatan publik menjadi isu yang sentral, termasuk pembelajaran dari pengalaman JETP di Afrika Selatan," tandas Bhima.

Dia mengatakan periode enam bulan pertama dalam JETP sangat krusial karena penyusunan sekretariat terkait dengan keterlibatan masyarakat atau publik dan pelaku usaha. Dalam penyusunan enam bulan ini diharapkan partisipasi publik terutama pihak yang terdampak dari transisi energi menjadi prioritas pemerintah seperti pekerja, dan kelompok masyarakat rentan (sesuai prinsip transisi berkeadilanjust transition).

Peneliti Celios, Muhammad Akbar mengatakan dana transisi energi JETP dan ETM diharapkan tidak untuk dipersepsikan sebagai upaya melakukan bailout atas kesalahan oversupply listrik PLN. Pensiun dini PLTU hanya ditujukan pada pembangkit yang menjadi penyebab oversupply listrik Jawa-Bali.

Solusinya perlu revisi total pada kontrak jual beli listrik PLN dengan pihak Independent Power Producers (IPP) yang menjadi penyebab utama oversupply listrik.

"Penggunaan dana transisi energi perlu didorong untuk investasi yang lebih besar bagi pembangunan jaringan transmisi dan penyimpanan energi EBT (energy saving storage)," terang Akbar.

Pererat Kerja Sama

Terkait Komitmen dalam KTT G20 ini, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya untuk membentuk gugus tugas (task force) khusus guna menindaklanjuti kesepakatan multilateral dan bilateral yang terbentuk selama rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali.

"Ini betul-betul yang paling penting segera ditindaklanjuti dengan membentuk task force untuk menyelesaikan kesepakatan-kesepakatan," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait evaluasi pelaksanaan KTT G20 di Kantor Presiden, Senin (28/11).

Ekonom Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan follow up yang disampaikan Presiden itu penting, tetapi semestinya tidak hanya follow up kesepakatan yang sudah disepakati bersama dalam G20.

"Namun juga perlu mempererat kerja sama dengan negara-negara G20 terkait lima agenda yang dibicarakan dalam G20, seperti transformasi digital, green evonomy, blue economy, industry revolution, circular economy, agar Indonesia dapat memetik benefit dari G20 meeting kemarin," pungkasnya.

Baca Juga: